Mawas Diri Inti Pokok Kebudayaan?


Oleh: Nia Samsihono*)

Semarangsekarang.com – Apabila modernisasi meliputi proses dinamisasi, inovasi, emansipasi, serta humanisasi, seperti ungkapan Soerjanto Poespowardojo dan K. Bertens dalam buku “Sekitar Manusia” (1977), mungkinkah mawas diri mengambil bagian dalam upaya manusia untuk menjadi lebih manusiawi? Apabila kebudayaan kita pahami sebagai perjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, mungkinkah mawas diri menjadi inti pokok kebudayaan? (Darmanto Jatman dalam “Psikologi Jawa”, 1997)

Mawas diri adalah kualitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ini mencakup kesadaran diri yang mendalam tentang siapa kita, apa yang kita lakukan, dan bagaimana tindakan kita memengaruhi orang lain dan lingkungan sekitar kita. Mawas diri melibatkan refleksi yang jujur terhadap perilaku, nilai-nilai, dan motivasi kita. Pentingnya mawas diri tidak bisa diabaikan. Tanpa mawas diri, seseorang mungkin tidak menyadari dampak dari tindakan atau kata-katanya pada orang lain. Ini bisa mengarah pada konflik interpersonal, kegagalan dalam mencapai tujuan pribadi atau profesional, dan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat.

Mawas diri juga berhubungan erat dengan pengembangan diri dan pertumbuhan pribadi. Dengan menjadi mawas diri, seseorang dapat lebih memahami kelebihan dan kelemahan mereka. Mereka dapat menggunakan pengetahuan ini untuk mengembangkan diri mereka sendiri, bekerja pada kelemahan mereka, dan memperkuat kekuatan mereka. Dengan demikian, mawas diri membantu seseorang mencapai potensi penuhnya. Selain itu, mawas diri juga merupakan aspek penting dari kepemimpinan yang efektif. Seorang pemimpin yang mawas diri mampu mengakui kesalahan mereka, belajar dari pengalaman, dan berkembang sebagai individu dan pemimpin. Mereka juga lebih mampu memahami dan mengakomodasi kebutuhan dan perspektif orang lain, membangun budaya kerja yang inklusif dan kolaboratif. Namun, mawas diri bukanlah sesuatu yang mudah dicapai. Memiliki mawas diri membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan komitmen untuk terus-menerus memeriksa diri sendiri, mengakui ketidaksempurnaan, dan berusaha untuk menjadi lebih baik. Ini bisa melibatkan praktik seperti meditasi, jurnalisme reflektif, atau konseling psikologis.

Secara keseluruhan, mawas diri adalah kualitas yang esensial untuk kehidupan yang memuaskan dan bermakna. Ini membantu kita menjadi individu yang lebih bertanggung jawab, sadar, dan berempati, serta memungkinkan kita untuk mencapai potensi kita yang sebenarnya dan membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk terus-menerus berupaya mengembangkan dan memelihara mawas diri mereka. (SS)

*)Nia Samsihono adalah Ketua Umum Satupena DKI Jakarta

Berita Terkait

Top