Memulihkan Demokrasi dan Kesetaraan di Asia Tenggara


Oleh: Yudha Kurniawan

Semarangsekarang.com – Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah mempromosikan pendekatan yang berpusat pada rakyat dalam konstitusinya, dengan komitmen yang jelas terhadap demokrasi, hak asasi manusia, supremasi hukum, pemerintahan yang baik, pemerintahan konstitusional, dan keadilan sosial. Blok regional ini juga berkomitmen untuk membangun ASEAN yang “berpusat pada masyarakat”, yang diadopsi dalam visi “ASEAN 2025: Bergerak Maju Bersama”, di mana negara-negara anggota sepakat untuk membangun masyarakat yang berbasis aturan dan berorientasi. Komunitas ASEAN yang tersentralisasi di mana masyarakat dapat menikmati hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, kualitas hidup yang lebih tinggi, dan manfaat dari pembangunan komunitas.

ASEAN Civil Society Conference /ASEAN Peoples’ Forum (ACSC/APF) adalah forum bagi organisasi masyarakat sipil di ASEAN dan sekitarnya untuk memperkuat dan membangun solidaritas terhadap isu-isu penting di kawasan seperti hak asasi manusia, diskriminasi dan ketidaksetaraan, keadilan, proses demokrasi, dan pemerintahan yang bersih. Ini merupakan acara tahunan dan telah diselenggarakan selama 17 tahun berturut-turut. Ketertarikan dan harapan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) tumbuh dari pengaruh ASEAN. ACSC/APF awalnya diakui oleh ASEAN dan diberi kesempatan untuk bertemu dengan para pemimpin ASEAN di KTT ASEAN, badan pengambil keputusan tertinggi ASEAN, sebagai bagian dari perjanjian. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ASEAN mengabaikan dan mengesampingkan forum ini karena perubahan dinamika politik di kawasan tersebut. Indonesia terpilih menjadi ketua ASEAN tahun ini. Masa kepemimpinan Indonesia ini mengangkat tema “ASEAN Affair: Epicenter of Growth” resmi dimulai pada 1 Januari 2023 dan akan berakhir pada 31 Desember 2023. Berdasarkan momentum ini, tema ACSC/APF Memulihkan Ruang Aman, Memulihkan Demokrasi dan Kesetaraan di ASEAN diadakan di Universitas Atma Jaya, Indonesia.

Tujuan dari kegiatan ini adalah 1). Memperkuat solidaritas masyarakat di Asia Tenggara dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan ancaman nyata terhadap demokrasi, perdamaian, hak asasi manusia dan lingkungan hidup di setiap negara; 2). Merayakan keberhasilan inisiatif LSM dan gerakan masyarakat dengan tujuan mengoordinasikan advokasi dan gerakan sosial di dalam dan di luar ASEAN; 3). Mempromosikan dan memperkuat keterlibatan konstruktif organisasi-organisasi non-pemerintah dan pemangku kepentingan terkait dalam proses pengambilan keputusan ASEAN melalui saran dan rekomendasi kepada para pemimpin, terutama dalam upaya mereka mengembangkan Rencana Induk ASEAN Pasca-2025, dan meminta komentar atas proposal-proposal tersebut dibuat; 4). Menggunakan dan memanfaatkan hasil, permintaan dan tuntutan dari berbagai bidang konvergensi untuk mengidentifikasi dan menyepakati kampanye bersama yang akan dilaksanakan oleh ACSC/APF setelah konferensi.

Pada kesempatan ini, didiskusikan tentang pandangan tentang keberhasilan demokrasi di ASEAN yang dipresentasikan oleh:
1. Mr Joko Kusnanto Anggoro, Staf Khusus Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk Kerjasama Internasional.
2. Yuyun Wahyuningrum, Perwakilan Indonesia di AICHR (Komisi Antar-Pemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia.
3. Mercy Chriesty Barends, Ketua APHR (Associate Professional Human Right) dan Anggota Parlemen Indonesia.

Setelah itu kegiatan dilanjutkan di enam ruangan yang berbeda dan disusun sesuai topik pembahasan. Ruang bagi perdamaian dan keamanan manusia: Mengeksplorasi pengalaman kekejaman massal di muka bumi. Ruang regionalisme alternatif: Memasukkan Liminalitas dan kesetaraan gender dalam regionalisme alternatif dan gender di ASEAN. Ruang hak asasi manusia dan ruang aman bagi kelompok marginal: Masyarakat adat ASEAN mendapatkan kembali hak-hak mereka dan mengakui wilayah, tanah dan sumber daya alam. Ruang iklim dan keadilan lingkungan: Risiko korupsi dalam ekonomi biru dan investasi infrastruktur ASEAN. Ruang keadilan sosial ekonomi: Pertumbuhan ekonomi inklusif di ASEAN dengan mengutamakan ekonomi solidaritas sosial (SSE) dan mendorong pekerjaan layak bagi pekerja informal. Ruang anti-demokrasi dan anti-otoriter: Pelanggaran negara, mengungkap kebenaran, mempromosikan keadilan dan mewujudkan reparasi korban di Asia dengan aksi masyarakat sipil yang inovatif di Kawasan tersebut.

KPSHK mengikuti forum diskusi pada 2 September 2023. Pertemuan dengan model hybrid, di mana masyarakat sipil di kawasan ASEAN dapat berpartisipasi baik secara daring maupun luring. Ruang hak asasi manusia dan ruang aman bagi kelompok marginal: Masyarakat adat di ASEAN menuntut hak dan pengakuan wilayah, tanah dan sumber daya alam dipilih untuk dibahas karena sesuai dengan bidang kerja Perhutanan Sosial. Pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa negara masih mempunyai banyak kepentingan yang dapat melemahkan eksistensi masyarakat adat sehingga harus dilindungi dengan bantuan hukum yang lebih luas. (SS)

Yudha Kurniawan adalah Pengurus KPSHK–Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan.

Berita Terkait

Top