Mendambakan Dana Abadi Kebudayaan Daerah


Oleh: Gunoto Saparie*)

Semarangsekarang.com – Kongres Kebudayaan Indonesia 2023 yang hiruk pikuk telah selesai kurang lebih sebulan lalu. Ada sejumlah pembahasan menarik dalam kongres tersebut. Antara lain tentang Dana Indonesiana, kebebasan berekspresi, dan dana abadi kebudayaan di tingkat daerah. Ada harapan, Dana Indonesiana semakin dimaksimalkan agar dapat memfasilitasi komunitas dan organisasi lebih merata.

Sedangkan pembahasan tentang kebebasan berekspresi kesenian, ada usulan agar para seniman meningkatkan kapasitas pendampingan hukum dan penanganan kasus.

Akan tetapi, pembahasan mengenai dana abadi kebudayaan daerah, harus diakui, perlu lebih disosialisasikan kepada para pemangku kebijakan, terutama di daerah. Hasil pembahasan tersebut antara lain mendorong agar dana abadi untuk kebudayaan dimasukkan dalam peraturan turunan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), meningkatkan porsi anggaran kebudayaan di daerah, dan menilik sumber pendanaan di luar SiLPA. Berdasarkan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, SiLPA adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran; ia merupakan selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA pada dasarnya merupakan sisa anggaran tahun lalu yang dapat dibawa dan digunakan kembali pada tahun berikutnya. Selain itu, Kemendagri perlu membuat surat edaran kepada seluruh pemerintah daerah untuk menganggarkan kebudayaan secara pasti dalam APBD.

Sampai hari ini anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk bidang kebudayaan memang sangat minim. Bidang kebudayaan selama ini tidak mendapatkan alokasi anggaran yang memadai dalam APBD. Padahal, kebudayaan membutuhkan sumber pendanaan yang berkelanjutan, dengan penyaluran yang transparan, akuntabel, dan kontekstual sesuai dengan prioritas pemajuan kebudayaan daerah setempat. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memang menempatkan urusan kebudayaan sebagai urusan wajib nonpelayanan dasar. Hal ini mengakibatkan kebudayaan tidak menjadi prioritas utama belanja daerah.

Tidak Transparan

Celakanya, seperti yang ditemukan oleh Koalisi Seni Indonesia, minimnya anggaran kebudayaan diperburuk dengan tata kelola informasi yang tidak transparan. Pelaku seni budaya di berbagai daerah jarang mengetahui bagaimana dana tersebut dapat diakses, siapa yang dapat mengakses, dan seberapa banyak yang telah dimanfaatkan. Sebagian pelaku seni menyebutkan tidak ada strategi pendanaan kebudayaan yang memadai di tingkat daerah. Kondisi ini memunculkan urgensi pendanaan lewat mekanisme lain yang lebih mendukung.

Mungkinkah kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang memandatkan pembentukan dana abadi daerah? Secara ideal, tujuan dan pemanfaatan dana abadi kebudayaan daerah harus berkaitan langsung dengan kemakmuran masyarakat, dana abadi kebudayaan daerah dapat menjadi potensi pemerintah setempat membentuk strategi pendanaan untuk seni budaya yang lebih kontekstual.

Pasal 1 angka 83 mendefinisikan dana abadi daerah sebagai, “… dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk Belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok”. Dana Abadi Daerah diperoleh, salah satunya, dari hasil investasi pendapatan daerah yang tidak terserap (selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran, atau SiLPA). Pasal 149 ayat (2) menyebutkan “Dalam hal SiLPA Daerah tinggi dan kinerja layanan tinggi, SiLPA dapat diinvestasikan dan/atau digunakan untuk pembentukan Dana Abadi Daerah dengan memperhatikan kebutuhan yang menjadi prioritas Daerah yang harus dipenuhi”.

Namun, menurut Koordinator Penelitian Koalisi Seni Ratri Ninditya, upaya pembentukan dana abadi kebudayaan daerah itu harus menempuh banyak langkah untuk menuju ke sana. Bahkan, Peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara pembentukan dan pengelolaannya masih proses pengesahan. Syarat utama pembentukan dana abadi daerah adalah memiliki kapasitas fiskal yang tinggi dan terpenuhinya pelayanan dasar. Pemenuhan tersebut mencakup pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, ketentraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat, serta sosial. Sementara kebudayaan, diatur pemerintah sebagai urusan wajib nonpelayanan dasar.

Ratro Ninditya menunjukkan bahwa cita-cita dana abadi daerah untuk kebudayaan dilingkungi syarat berlapis. Pertama, pemerintah daerah perlu memastikan daerahnya memenuhi syarat untuk membentuk dana abadi daerah. Setelah hal tersebut terpenuhi, baru kita bisa memikirkan strategi, agar urusan kebudayaan dapat diprioritaskan dalam pemanfaatan dana abadi daerah.

Untuk menuju ke pembentukan dana abadi daerah, memang banyak langkah yang harus ditempuh. Selain harus ada penyusunan peraturan turunan, juga harus mengidentifikasi seberapa jauh daerah memenuhi prasyarat pembentukan dana abadi daerah. Kemudian, mendorong agar kebudayaan menjadi prioritas pendanaan dalam skema dana abadi daerah. Setelah dasar hukum kuat dan daerah memenuhi kriteria, mekanisme tata kelola dapat merujuk ke beberapa mekanisme pendanaan yang telah ada atau sedang dirancang di Indonesia.

UU HKPD pasal 166 menegaskan bahwa tata cara pembentukan dan pengelolaan dana abadi daerah diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Berdasarkan informasi dari DJPK, Peraturan Pemerintah sedang dalam proses penyusunan. Apabila disahkan, ketentuan ini akan diturunkan lagi melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk mengatur hal yang lebih teknis.

Sumber Dana Lain Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu (DJPK) menunjukkan bahwa tidak tertutup kemungkinan dana abadi daerah dapat diperoleh dari sumber dana lain, misalnya hibah atau program tanggung jawab sosial perusahaan dari perusahaan swasta. Sumber dana dapat digunakan selama tidak bertentangan dengan aturan keuangan daerah yang diterbitkan Kementerian Dalam Negeri.

Keuntungan ini dapat dimanfaatkan di tahun selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan prioritas dari daerah yang bersangkutan.

Modal awal dana abadi daerah dapat diperoleh melalui beberapa sumber. Skema penyaluran manfaat pun beragam. Mengacu dari dokumen rekomendasi dana abadi kebudayaan yang diajukan Dewan Kesenian Jakarta, skema penyaluran manfaat bisa berupa hibah dan pinjaman. Sumber pendanaan bisa dialokasikan dari APBD, pendapatan pajak hiburan, hibah pihak swasta, atau hasil kerja sama dengan pihak ketiga lainnya.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (UUPK) telah mengamanatkan penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas perencanaan program pemajuan kebudayaan di daerah.

Seharusnya, PPKD dijadikan acuan ketika menyusun Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sehingga ia tidak hanya menjadi sekadar dokumen namun memiliki dampak yang sistematis. Dalam kaitan ini diperlukan koordinasi antara Bappeda dan OPD (organisasi perangkat daerah) bidang kebudayaan yang dikawal oleh Kemendagri dan Kemendikbudristek di tingkat pusat.
Indeks Pemajuan Kebudayaan (IPK) yang ditetapkan menjadi alat ukur pemajuan kebudayaan belum dipandang sebagai barometer keberhasilan pembangunan di daerah.

Padahal, tingginya IPK terbukti menunjukkan kualitas pembangunan daerah secara umum. Belum optimalnya PPKD dan IPK dalam mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan keberpihakan terhadap urusan kebudayaan memperlihatkan bahwa political will individu yang menjabat di daerah adalah faktor krusial. Oleh karena itu, kesadaran pemerintah daerah akan pentingnya kebudayaan harus terus diperkuat.

Agaknya memang perlu didorong agar kebudayaan yang merupakan urusan wajib nonpelayanan dasar mendapatkan porsi yang lebih besar dalam APBD. Selain itu, kebudayaan harus diprioritaskan dalam strategi pemanfaatan dana abadi daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan memutakhirkan dan merujuk dokumen PPKD sebagai acuan pemanfaatan dana untuk kebudayaan.

*)Gunoto Saparie adalah Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah dan Satupena Jawa Tengah

Berita Terkait

Top