Ormas Keagamaan Kelola Tambang Batu Bara?


Gunoto Saparie ;   Ketua Umum Satupena Jawa Tengah

Semarangsekarang.com,– Mungkinkah organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan mampu mengelola usaha pertambangan batu bara? Pertanyaan ini mencuat ke permukaan ketika baru-baru ini muncul Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang membuka peluang bagi badan usaha milik organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mengelola usaha pertambangan batu bara selama periode 2024–2029. PP 25 Tahun 2024 merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas ke Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” sebagaimana bunyi Pasal 83A ayat (1) dalam salinan PP 25 Tahun 2024 yang diunggah di laman JDIH Kementerian Sekretariat Negara. WIUPK adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang izin. Berdasarkan ayat (2) pasal yang sama, WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan merupakan wilayah tambang batu bara yang sudah pernah beroperasi atau sudah pernah berproduksi.

Misalnya, terdapat suatu perusahaan batu bara yang tidak melanjutkan kontrak di sebuah WIUPK, wilayah tersebut dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan. Meskipun demikian, berdasarkan Pasal 83A ayat (5), badan usaha ormas keagamaan yang memegang wilayah tersebut dilarang bekerja sama dengan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau terhadap perusahaan maupun pihak-pihak yang terafiliasi oleh perusahaan sebelumnya. Penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan berlaku terbatas, yakni hanya 5 tahun sejak PP 25 Tahun 2024 berlaku. Dengan demikian, penawaran WIUPK terhadap badan usaha ormas keagamaan hanya berlaku sampai 30 Mei 2029. Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan akan diatur dalam peraturan presiden.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah mengapresiasi  langkah pemerintah memberikan kesempatan bagi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dalam mengelola tambang, seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024.  Sedangkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mengatakan, pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan merupakan langkah berani dari Presiden Jokowi memperluas pemanfaatan sumber daya alam bagi kemaslahatan rakyat. 

Dalam kaitan ini, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti terkesan hati-hati menanggapi hal tersebut. Ia mengatakan, belum ada pembicaraan pemerintah dengan pihaknya mengenai kemungkinan pengelolaan tambang, terkait adanya pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan. Mu’ti juga menekankan Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara.

Mampukah ormas keagamaan mengelola usaha pertambangan batu bara? Agaknya kita patut tertegun di depan tanda tanya. Kita tahu, sejak tahun 2022, pemerintah mengevaluasi izin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan kepada swasta. Hal itu berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada 2022 ditemukan bahwa sebanyak 2.078 IUP dianggap tidak melaksanakan rencana kerja dan anggaran biaya perusahaan. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kemudian mendapat mandat untuk melaksanakan pencabutan dari Januari sampai dengan November 2022. Berdasarkan pengalaman ini, maka patut kita meragukan profesionalitas ormas keagamaan dalam mengelola usaha tambang batu bara.

Menanggapi kemungkinan ormas keagamaan mengelola tambang batu bara, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho mengingatkan jika hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Mineral dan Pertambangan (Minerba). Pasal 75 UU Minerba menyebutkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diberikan kepada 3 jenis badan usaha, yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan Usaha Swasta.  Ini berarti, BUMN dan BUMD mendapat prioritas mendapatkan IUPK. Sedangkan badan usaha swasta dapat mengajukan lelang atas WIUPK dengan pertimbangan luas kawasan, kemampuan administratif, kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan, serta kemampuan finansial. Pasal ini sendiri merupakan turunan dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yakni ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’.

Terlepas dari hal tersebut, operasi pengelolaan  tambang  batu bara memiliki dampak lingkungan dan sosial yang signifikan. Oleh karena itu, sangat penting bagi ormas keagamaan penerima konsesi memiliki kapasitas dalam mengelola tambang batu bara dengan bertanggung jawab. Ormas keagamaan tersebut harus mematuhi standar lingkungan yang ketat, melibatkan dan menghormati hak-hak masyarakat lokal, dan memberikan manfaat ekonomi yang adil bagi seluruh komunitas. Dalam hal ini, evaluasi dampak menyeluruh yang memperhitungkan konsekuensi ekonomi, lingkungan, dan sosial jangka panjang, harus dilakukan.

Berita Terkait

Top