Pemberi Kerja, Jangan Sembarang Mensubkan Pekerjaan
Oleh: M Issamsudin*)
Semarangsekarang.com – Setiap pengusaha, terlebih yang kegiatan usahanya telah berbadan hukum, selalu berharap berhasil dalam setiap kegiatan usahanya. Termasuk kegiatan usaha yang terkadang disubkan ke pihak lain, seperti halnya pekerjaan-pekerjaan tertentu yang beresiko tinggi.
Di balik harapan tersebut, teriring pula harapan tidak sampai muncul masalah dalam hal mensubkan pekerjaan. Sebut saja terkait hubungan hukum dan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya terjadi kecelakaan kerja.
Sebagai pemberi kerja, pengusaha yang baik, tentu tidak akan mensubkan pekerjaan ke pelaku usaha yang ;
- Tidak berbadan hukum,
- Tidak memberi perlindungan yang baik kepada para pekerjanya, dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja (K3),
- Tidak mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Meskipun pihak yang diberi sub pekerjaan, memiliki pengalaman melaksanakan pekerjaan dan hasil pekerjaan yang baik sesuai standar pemberi pekerjaan. Terlebih untuk pekerjaan dalam skala besar atau melibatkan banyak pekerja.
Ketiga hal tersebut patut menjadi perhatian agar resiko dari pensuban pekerjaan, tidak berdampak buruk pada perusahaan atau pengusaha yang mensubkan pekerjaan. Terlebih saat terjadi kecelakaan kerja. Pemberi kerja harus ikut bertanggungjawab saat kecelakaan kerja dan terbukti ;
- Akibat dari lemah atau buruknya manajemen perlindungan kepada para pekerjanya, dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja,
- Pekerja tidak diikutsertakan sebagai peserta BPJS.
Pemberi kerja tidak bisa mengandalkan surat kerjasama dengan pihak yang menerima sub pekerjaan dan/atau surat perintah kerja saja. Apalagi hanya mendasarkan harapan harga murah. Pemberi kerja harus mensyaratkan penerima sub pekerjaan berbadan hukum, memiliki manajemen K3 yang baik dan mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta BPJS.
Menjadi hal yang harus diutamakan tentunya semua itu ketika pekerjaan yang disubkan beresiko tinggi dan berpotensi besar terjadi kecelakaan kerja. Dengan manajemen K3 yang baik dan didukung mengikutsertakan pekerja sebagai peserta BPJS, khususnya Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (JKK dan JKM), pemberi kerja dan penerima sub pekerjaan akan ikut terlindungi bila terjadi kecelakaan kerja. Apalagi sampai ada pekerja yang meninggal karena kecelakaan kerja.
Dari perhitungan matematis berbasis perlindungan pekerja dan pengalihan resiko, mengikutsertakan pekerja sebagai peserta BPJS sangatlah besar keuntungannya bagi pemberi kerja. Iurannya tidaklah mahal namun manfaatnya sangat besar. Ini tidak lepas dari realitas BPJS sebagai bentuk hadirnya negara dalam rangka melindungi pekerja. Resiko akibat kecelakaan kerja pada diri pekerja dijamin oleh BPJS kalau pekerja menjadi peserta BPJS.
Itu sebabnya, pengikutsertaan pekerja sebagai peserta BPJS JKK dan JKM oleh pemberi kerja atau penerima sub pekerjaan adalah wujud tanggungjawab kepada pekerja.
Setidaknya, bila terjadi kecelakaan kerja, pekerja atau ahli warisnya akan mendapatkan hak-hak sesuai Peraturan Pemerinah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Keelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Sebaliknya, bila terjadi kecelakan kerja dan pekerja tidak diikutsertakan sebagai peserta BPJS, resiko dari kecelakaan kerja menjadi tanggungjawab pemberi kerja. Apalagi kalau terjadinya kecelakaan kerja tidak diantisipasi dengan manajemen K3 yang baik dan terkesan ada pembiaran sehingga terjadi kecelakaan kerja.
Pemberi kerja di samping penerima sub pekerjaan, harus bertanggungjawab secara hukum atas terjadinya kecelakaan kerja dan resiko atas terjadinya kecelakaan kerja. Harus pula bertanggungjawab atas resiko yang menjadi hak pekerja, setidaknya sama seperti yang dijamin pemberiannya oleh BPJS pada diri pekerja peserta BPJS Program JKK dan JKM.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diketahui tentang perlu diikutsertakannya pekerja ke dalam program JKK dan JKM. Pekerja yang menjadi peserta BPJS Program JKK berdasarkan Pasal 25 Peraturan Pemerinah Nomor 82 Tahun 2019, bila mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, berhak atas manfaat JKK, berupa ;
- Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis, yang meliputi pemeriksaan dasar dan penunjang; perawatan tingkat pertama dan lanjutan; rawat inap kelas I di rumah sakit, perawatan intensif, penunjang diagnostik; penanganan, termasuk komorbiditas dan komplikasi yang berhubungan dengan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, pelayanan khusus, alat kesehatan dan implam, operasi, jasa dokter/medis, operasi; pelayanan darah; rehabilitasi medik; perawatan di rumah yang peserta ang tidak memungkinan melanjutkan pengobatan ke rumah sakit, dan pemeriksaan diagnostik dalam penyelesaian kasus penyakit akibat kerja.
- Santunan berupa uang :
(a) Penggantian biaya transportasi terdiri atas: Pertama, biaya transportasi peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya, pertolongan pertama pada kecelakaan dan rujukan sumah sakit lain; dan/atau
Kedua, biaya transportasi peserta yang mengikuti program kembali kerja menuju dan pulang dari fasilitas pelayanan kesehatan dan balai latihan kerja; (b) santunan sementara tidak mampu bekerja; (c) santunan cacat sebagian anatomis, cacat sebagian fungsi, dan cacat total tetap; (d) santunan kematian dan biaya pemakaman; (e) santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila peserta meninggal dunia atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja; (f) biaya rehabilitasi nberupa penggantian alat bantu (orthose) dan/atau alat pengganti (prothese); (g) penggantian biaya gigi tiruan, alat bantu dengar, dan kacamata; dan/atau ; (h) beasiswa pendidikan bagi anak dari peserta yang meninggal dunia atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja.
Berhak manfaat JKM
Dalam hal peserta BPJS Program JKM meniggal dunia dalam masa aktif, berdasarkan Pasal 34 Peraturan Pemerinah Nomor 82 Tahun 2019, berhak atas manfaat JKM, berupa ;
- Santunan sekaligus Rp 20 juta diberikan kepada ahli waris peserta,
- Santunan berkala sebesar Rp 12 juta diberikan kepada ahli waris peserta,
- Biaya pemakaman sebesar Rp 10 juta diberikan kepada ahli waris peserta
- Bea siswa pendidikan bagi maksimal 2 orang anak dari peserta yang telah memiliki masa iur paling singkat 3 tahun dan meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja
Realitas tentang besarnya manfaat dari ikut menjadi peserta BPJS Program JKK dan JKM tentu harus menjadi perhatian serius para pemberi kerja. Pekerja tetap atau tidak tetap, berhak untuk diikutkan sebagai peserta BPJS Program JKK dan JKM. Mengikutsertakan pekerja ke dalam BPJS Program JKK dan JKM adalah upaya untuk melindungi diri dan pekerja sekaligus membantu pekerja bila terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Hak atas jaminan BPJS tersebut tidaklah sama dengan hak yang harus diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Seperti halnya hak bagi pekerja yang meninggalnya sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pemberi kerja yang tidak mengikutsertakan pekerjanya, membiarkan atau lalai sehingga pekerja yang bekerja di penerima sub pekerjaaannya tidak diikutkan sebagai peserta BPJS, bertanggungjawab atas pemberian hak-hak pekerja yang meninggal karena kecelakaan kerja dan harus membayar jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM) yang meliputi santunan kematian, biaya pemakaman, santunan berkala, dan bea siswa, ahli waris pekerja yang meninggal, dengan besaran nominalnya sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat hak tersebut merupakan pengganti jaminan dari BPJS yang harus dibayarkan pemberi kerja karena pemberi kerja tidak mengikutsertakan pekerja sebagai peserta BPJS. Bila hal itu tidak diberikan, pemberi kerja dapat diadukan untuk diproses lebih lanjut sesuai aturan hukum yang berlaku guna mendapat sanksi. (SS)
M Issamsudin, Mediator HI Kota Semarang*)