Perjalanan Kata Dalam Puisi

Nia Samsihono : Ketua Umum Satupena DKI Jakarta
Semarangsekarang.com,- Kata-kata dalam puisi adalah instrumen yang luar biasa kuat. Dalam bentuknya yang paling murni, puisi adalah seni merangkai kata-kata untuk menciptakan makna yang lebih dalam, seringkali melampaui pemahaman harfiah dan masuk ke ranah emosional, spiritual, dan filosofis. Puisi memperlihatkan keindahan bahasa melalui pemilihan kata yang cermat dan penggunaan ritme, rima, serta aliterasi. Setiap kata dipilih dengan hati-hati untuk memberikan dampak maksimal, baik itu secara estetika maupun emosional. Dalam puisi, kata-kata bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga medium artistik yang mampu menggugah imajinasi dan perasaan.
Kata-kata dalam puisi sering kali berfungsi sebagai jendela ke dalam jiwa penulis. Mereka memungkinkan penyair untuk mengekspresikan perasaan yang kompleks dan mendalam dengan cara yang mungkin tidak dapat dicapai melalui prosa biasa. Melalui metafora, simile, dan simbolisme, kata-kata dalam puisi mampu menggambarkan cinta, kesedihan, kebahagiaan, dan berbagai emosi lainnya dengan cara yang intens dan mendalam. Akmal Nasery Basral, penulis yang lahir 28 April 1968 adalah seorang novelis dan mantan wartawan berdarah Minangkabau. Memang orang Minangkabau itu andal dengan kata-kata yang diolah menjadi karya sastra, seperti novel, cerpen, maupun puisi. Akmal Nasery Basral menulis puisi berikut ini.
Perjalanan Kata
Akmal Nasery Basral
Pada kurang dari dua pertiga malam, atau seperduanya, atau sepertiganya, katakata turun mengendarai embun, menyapa ramah mereka yang terjaga dan menunggu sabar yang masih terlena.
Kecup hangat serpihan fajar mengubah katakata menjadi kuntumkuntum melati dan kelopakkelopak mawar, doa ibu melepas anak belajar, serta salam mesra pasangan kekasih saling mengantar.
Penyair memetik sekarung katakata, memanggulnya di pundak, dan mengembara jelajahi lembahlembah megapolitan dunia nyata juga dunia maya. Mereka jajakan katakata seikat demi seikat kepada para pecandu makna, pendamba bius aksara.
Politisi para penebar janji menyemai katakata menjadi slogan hiperbola yang melontarkan anganangan pendengar ke atas gugusan awan. Begitu fasihnya katakata dipintal menjadi helaihelai benang keyakinan dan busana harapan menggoda, hingga kerap membutakan kenyataan.
Sebagian katakata terperosok dalam kubangan ghibah, prasangka buruk hingga samudera kutuk. Terperangkap dalam legam hati busuk tanpa bentuk.
Saat malam tiba, katakata yang letih seharian digunakan untuk pelbagai keinginan insan, meminta kepada Zat Suci Mulia pencipta mereka agar diangkat kembali melalui proses evaporasi untuk meninggalkan bumi selamanya.
Bulan sabit di atas ufuk yang mendengar pinta katakata, berbisik sedih. ‘Aku paham kegalauan kalian. Tetapi seperti kalian pun tahu bahwa dini hari nanti, pada kurang dari dua pertiga malam, atau seperduanya, atau sepertiganya, kalian akan kembali turun mengendarai embun, untuk menyapa manusia yang entah sedang terjaga memuji Rabb mereka atau masih terlena dalam hangat kemul dunia.”. Cibubur, 6 Juni 2024
Puisi sering kali penuh dengan makna berlapis. Kata-kata yang digunakan bisa memiliki banyak interpretasi tergantung pada pembaca dan konteksnya. Ini memberikan kekayaan dan kedalaman pada puisi, membuatnya menjadi karya yang bisa dieksplorasi dan ditafsirkan berulang kali, dengan setiap pembacaan membawa pemahaman dan apresiasi yang baru. Dalam puisi, kata-kata digunakan untuk memadatkan ide-ide besar dan kompleks menjadi bentuk yang lebih ringkas dan padat. Puisi adalah bentuk seni yang menghargai ekonomi kata, di mana setiap kata memiliki peran penting dan tidak ada yang terbuang. Ini menuntut penyair untuk berpikir secara kritis dan kreatif tentang setiap pilihan kata dan bagaimana mereka berkontribusi pada keseluruhan makna dan dampak puisi.
Kekuatan kata-kata dalam puisi terletak pada kemampuannya untuk mempengaruhi pembaca pada tingkat yang dalam. Mereka bisa menginspirasi, menggugah, menenangkan, atau bahkan mengubah cara pandang seseorang. Kata-kata dalam puisi memiliki kemampuan untuk menciptakan koneksi emosional antara penyair dan pembaca, meskipun mereka mungkin terpisah oleh waktu dan ruang. Secara keseluruhan, kata-kata dalam puisi adalah jantung dan jiwa dari bentuk seni ini. Mereka adalah alat yang digunakan penyair untuk mengeksplorasi dan menyampaikan kompleksitas pengalaman manusia dengan cara yang unik dan tak tergantikan. Puisi menunjukkan bahwa kata-kata, meskipun sederhana dan terbatas dalam jumlah, dapat memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menginspirasi, mengungkapkan, dan menghubungkan. Akmal Nasery Basral menggunakan kata-kata itu untuk menyampaikan pikirannya dengan sederhana, mudah dipahami, dan ringan pemikiran. Ia menyampaikan pemikiran tentang “kata” menggunakan majas personifikasi dan majas metafora yang menarik untuk dinikmati. Lihatlah: … katakata turun mengendarai embun, menyapa ramah mereka yang terjaga dan menunggu sabar yang masih terlena.
Selain menggunakan majas yang menarik. Akmal Nasery Basral menulis puisi menggunakan larik-larik kalimat di dalam bait-bait puisi. Kalimat yang digunakan indah untuk dibaca karena di dalam kalimat itu terdapat majas personifikasi dan majas metafora. Pembaca larut mengikuti aliran kata dalam kalimat. Di samping itu, Akmal Nasery Basral menuliskan puisinya menggunakan kata ulang yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan kata ulang dalam bahasa Indonesia. Lihatlah, kuntumkuntum, kelopakkelopak, lembahlembah, anganangan, helaihelai, katakata.
Penulisan kata ulang dalam puisi merupakan salah satu teknik yang dapat memberikan kekuatan dan keindahan pada sebuah karya sastra. Kata ulang, atau repetisi, sering digunakan oleh penyair untuk menekankan makna, menambah ritme, dan menciptakan suasana tertentu. Kata ulang dapat digunakan untuk menekankan kata atau frasa tertentu dalam puisi. Dengan mengulang kata atau frasa tersebut, penyair dapat memperkuat pesan atau tema yang ingin disampaikan kepada pembaca. Misalnya, pengulangan kata “cinta” dalam sebuah puisi bisa menekankan betapa pentingnya cinta dalam konteks yang disampaikan oleh penyair.
Pengulangan kata atau frasa dalam puisi sering kali menciptakan ritme yang indah dan harmonis. Ritme ini dapat membuat puisi lebih enak dibaca dan didengar, serta memberikan pengalaman estetis yang lebih mendalam bagi pembaca. Misalnya, pengulangan bunyi yang sama pada akhir baris dapat menciptakan efek musikal yang memikat. Kata ulang juga efektif dalam membangun suasana dan mengekspresikan emosi. Pengulangan kata tertentu bisa menciptakan nuansa tertentu, seperti kesedihan, kebahagiaan, atau ketegangan. Misalnya, pengulangan kata “sunyi” dapat menggambarkan suasana kesendirian dan keheningan yang mendalam. Dalam puisi, pengulangan kata atau frasa bisa membantu menciptakan kohesi dan struktur. Pengulangan ini bisa berfungsi sebagai penghubung antarbagian puisi, sehingga membuat puisi terasa lebih terorganisir dan utuh. Ini juga dapat membantu pembaca untuk mengikuti alur pikiran penyair dengan lebih mudah. Pengulangan kata juga bisa digunakan untuk menggambarkan realitas atau pengalaman yang berulang dalam kehidupan. Misalnya, pengulangan kata “bangun” dalam puisi tentang kehidupan sehari-hari bisa menggambarkan rutinitas dan monotonitas yang dialami oleh seseorang.
Hujan turun, hujan turun,
Membasahi bumi yang gersang,
Membasahi hati yang murung.
Hujan turun, hujan turun,
Menyapa dedaunan hijau,
Menyapa kenangan yang lalu.
Hujan turun, hujan turun,
Menghapus jejak-jejak luka,
Menghapus duka dalam jiwa.
Dalam contoh ini, pengulangan frasa “hujan turun” tidak hanya menciptakan ritme yang konsisten, tetapi juga memperkuat gambaran hujan yang terus-menerus, memberikan kesan keberlanjutan dan keabadian. Kata ulang boleh digunakan dalam penulisan puisi, tetapi penulisannya harus sesuai kaidah penulisan kata ulang di dalam bahasa Indonesia. Kata ulang dalam bahasa Indonesia ditulis dengan menggunakan tanda hubung, seperti: main-main, jauh-jauh, kupu-kupu, biri-biri, dan lainnya.
Penulisan puisi sering kali berada dalam wilayah yang berbeda dari penulisan prosa atau tulisan formal lainnya. Salah satu ciri khas puisi adalah kebebasan dalam ekspresi, termasuk dalam hal tata bahasa dan struktur kalimat. Ada beberapa alasan mengapa penyair mungkin memilih untuk melanggar kaidah penulisan dalam bahasa Indonesia saat menulis puisi. Pelanggaran terhadap kaidah penulisan sering kali digunakan untuk menciptakan efek tertentu, menggugah emosi, atau menangkap nuansa yang sulit dicapai dengan tata bahasa yang baku. Kadang-kadang, untuk mencapai ritme atau bunyi yang diinginkan, penyair perlu mengorbankan aturan tata bahasa. Penempatan kata yang tidak lazim atau penggunaan kata yang tidak sesuai kaidah bisa menciptakan harmoni atau disonansi yang menarik. Jika alasannya seperti tersebut dibolehkan melanggar kaidah penulisan. Jika tidak ada alasan yang kuat, penulisan yang dibuat pada puisi itu akan menyesatkan pemahaman masyarakat yang sudah mengerti dan paham bahwa kata ulang dalam bahasa Indonesia penulisannya menggunakan tanda hubung.
Dalam sejarah sastra, banyak penyair terkenal yang telah melanggar aturan bahasa demi inovasi. Eksperimen dengan bahasa adalah bagian dari tradisi puisi itu sendiri. Penyair sering mencoba hal-hal baru untuk memperluas batasan seni mereka. Namun demikian, bukan berarti semua puisi harus melanggar kaidah bahasa. Ada banyak puisi yang tetap mematuhi aturan tata bahasa dan tetap indah serta bermakna. Penulis puisi harus mempertimbangkan tujuan artistik mereka dan audiens yang mereka tuju. Pelanggaran kaidah bahasa sebaiknya dilakukan dengan alasan yang jelas dan bukan sekadar untuk “membangkang” aturan.
Penulisan puisi tidak harus melanggar kaidah penulisan dalam bahasa Indonesia, tetapi juga tidak harus sepenuhnya mematuhi kaidah tersebut. Kebebasan berekspresi dan inovasi adalah bagian dari esensi puisi, dan pelanggaran terhadap kaidah penulisan dapat diterima jika itu mendukung tujuan artistik dan makna yang ingin disampaikan oleh penyair. Namun, tulislah puisi dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia yang benar agar tidak membingungkan masyarakat. (NS)