Tergantung Pada Anginkah Abdul Hadi WM?
Nia Samsihono (kanan) bersama penyair Abdul Hadi Goyang. (foto: dok istimewa)
Oleh: Nia Samsihono*)
Semarangsekarang.com – Pagi ini, Jumat 19 Januari 2024, mendung menggayut di langit. Ada burung melintas-lintas berwarna hitam, tak ada bunyi kicauannya yang kadang meringankan pikir. Burung-burung itu seakan tergesa-gesa melaju dan gerimis pun turun. Bukan gerimis, tapi hujan kecil kata Abdul Hadi WM dalam puisinya.
Ternyata pagi ini, berita duka tersampaikan bahwa Abdul Hadi WM telah pulang ke keabadian menjelang fajar. Abdul Hadi WM meninggal dunia pada hari Jumat, pukul 03.36 WIB pada usia 77 tahun di RSPAD Jakarta. Ia lahir 24 Juni 1946 dan wafat 19 Januari 2024. Ia wafat meninggalkan banyak kenangan, banyak ilmu, dan banyak inspirasi. Puisinya yang tertulis tentang awal dan akhir kehidupan telah diungkapkan sejak tahun 1970-an. Puisi-puisi Abdul Hadi WM telah menyentuh nurani yang paling dalam.
TERGANTUNG PADA ANGIN
Pada awan kita bertahan, dari bumi yang mau menarik
kita Kembali dan matahari yang ingin mematahkan
ketenangan uap mengepul dan bermimpi, seperti terang
pada lampu buat bayang-bayang yang mudah hilang –
Ke mana lagi kita akan menghindar dan mengambang?
Tergantung pada angin yang bertiup kencang atau pelahan
1976
Abdul Hadi WM telah ditarik bumi, tubuhnya dipeluk tanah, lalu jiwanya ke mana? Tergantung pada angin yang bertiup kencang atau pelahan? Apakah ia bisa menghindar? Setiap peristiwa kematian selalu menyisakan tanya. Pertanyaan mengenai kematian manusia adalah suatu misteri yang telah menggugah rasa ingin tahu dan refleksi manusia sejak zaman dahulu. Manusia mati dapat mencakup berbagai perspektif, baik dari sudut pandang ilmiah, filosofis, agamis, maupun humanis. Dalam perspektif ilmiah, kematian seringkali disebabkan oleh proses biologis, penyakit, atau kecelakaan. Tubuh manusia terbatas dalam kemampuannya untuk memperbaiki diri dan memiliki batasan waktu hidup tertentu. Dari sudut pandang filosofis, beberapa argumen menjelaskan bahwa kematian adalah bagian tak terhindarkan dari eksistensi manusia.
Filosofi eksistensialisme, misalnya, menekankan kebebasan dan tanggung jawab individu dalam menghadapi kematian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Sedangkan berbagai agama memiliki pandangan tersendiri tentang kematian. Beberapa meyakini adanya kehidupan setelah mati, sementara yang lain melihat kematian sebagai bagian dari rencana ilahi.
Agama juga memberikan panduan etika dan moral mengenai bagaimana seseorang seharusnya menjalani hidupnya. Dari perspektif humanis, kematian dapat dianggap sebagai momen yang memberikan makna pada kehidupan manusia. Kesadaran akan keterbatasan hidup mendorong manusia untuk memberikan nilai pada waktu yang dimilikinya, menciptakan ikatan sosial, dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Beberapa orang melihat kematian sebagai suatu misteri yang tak dapat dipecahkan sepenuhnya. Ketiadaan setelah kematian dapat dianggap sebagai suatu hal yang sulit dipahami, dan pendekatan ini seringkali menciptakan keinginan untuk mencari pemahaman lebih dalam melalui refleksi spiritual atau pencarian makna hidup.
Abdul Hadi WM sudah melangkah ke fase kematian. Kita manusia tidak dapat mengisahkan fase kehidupan setelah mati di dunia kematian.
Manusia hanya dapat menarasikan kenangan sosok manusia yang telah melangkah ke dunia kematian. Sosok penyair itu telah meninggalkan kehidupan, ia meninggalkan duka pada keluarga yang ditinggalkan dan juga sahabat serta handai tolan. Semua mengucapkan doa selamat jalan padanya. Jenazah Abdul Hadi WM disemayamkan di rumah Vila Mahkota Pesona, Jatiasih, Bojong Kulur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Setelah salat Jumat akan dimakamkan di pekuburan di wilayah itu.
Karya-karya Abdul Hadi WM hampir kebanyakan menggambarkan suasana batin dan berkaitan dengan alam. Puisinya sederhana dan selalu menyentuh rasa. Beberapa pengamat sastra Indonesia mengakui bahwa karyanya telah mewarnai khazanah sastra.
Penulisan puisinya menggambarkan bagaimana pendalaman batin Abdul Hadi WM pada alam dan penciptanya. Kita lihat puisi “Sehabis Hujan Kecil” oleh Abdul Hadi WM menggambarkan suasana dan perasaan yang religius.
SEHABIS HUJAN KECIL
Retakan hujan yang tadi jatuh, berkilau
pada kelopak kembang yang memerah
antara batu-batu hening merenung air kolam
angin bercakap-cakap, sehelai daun terperanjat
dan lepas
1972
Puisi Sehabis Hujan Kecil menciptakan gambaran visual yang kuat melalui penggambaran retakan hujan yang berkilau di atas kelopak kembang yang memerah.
Gambaran ini menciptakan suasana alam yang segar dan indah setelah hujan, dan pembaca dapat membayangkan keindahan alam setelah air hujan turun. Retakan hujan dapat diartikan sebagai efek positif dari hujan, yang memberikan kehidupan dan kecantikan pada alam. Kata-kata “antara batu-batu hening merenungi air kolam” menciptakan suasana hening dan tenang. Ini mungkin menggambarkan momen refleksi atau kontemplasi setelah hujan.
Penggambaran angin yang “bercakap-cakap” dan sehelai daun yang “terperanjat dan lepas” memberikan kesan bahwa alam memiliki kehidupan sendiri.
Pada puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” karya Abdul Hadi WM menciptakan gambaran metaforis tentang kedekatan antara manusia dan Tuhan.
TUHAN, KITA BEGITU DEKAT
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dengan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
Kini aku nyala
Pada lampu padammu
1976
Puisi ini memiliki rima yang sederhana dan ritme yang teratur, memberikan kesan harmoni dan keseimbangan, mencerminkan ketenangan dan kedamaian yang dihasilkan dari kedekatan dengan Tuhan. Gaya bahasa dalam puisi ini cenderung sederhana namun sarat makna. Karya puisi Abdul Hadi WM dekat dengan alam dan penciptanya. Abdul Hadi WM telah tiada, bagai sehelai daun lepas, tergantung pada angin kah?
Apa pun yang tidak kita ketahui selanjutnya, yang jelas karyanya tetap terbaca. Karya itu menyiratkan perjalanan pemikirannya tentang kehidupan dan pada akhirnya menuju kematian. Selamat jalan Bapak, semoga nyaman dan indah di tempat setelah kehidupan. (SS)
Jakarta, 19 Januari 2024
*)Nia Samsihono, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi DKI Jakarta.