Petambak Keluhkan Sulitnya Pengurusan Bukti Kepemilikan Lahan.

Dari kiri ungu Moh Asri (71) , Endang (66), Supar (67) saat mereka berada di tambak, Kamis (28/03/2024) . (Foto Singgih).
Semarangsekarang.com (Jepara),- Ahmad Subagyo, Supar, Fauzi, Moh Asri, dan Moh Rofik adalah sebagian petambak di Dukuh Pailus Desa Karanggondang Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara yang mengeluhkan sulitnya pengurusan bukti kepemilikan lahan tambak yang sudah mereka kuasai dan manfaatkan selama lebih dari dua puluh tahun. Mereka telah meminta kepada Petinggi Karanggodang untuk memberikan surat keterangan sebagai salah satu syarat mengajukan pendaftaran kepemilikan tanah atau sertifikat di Badan Pertanahan Negara Kabupaten Jepara. Akan tetapi, surat tersebut tidak pernah diberikan.
Padahal, menurut Subagyo salah satu pemuka petambak, sesuai peraturan perundangan yang berlaku, mereka yang telah menguasai dan memanfaatkan lahan, setidaknya selama 20 tahun bisa mengurus hak kepemilikan. Tetapi kenyataan itu tidak pernah terjadi.
“UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan-Peraturan Dasar pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Pertanian dan Penataan Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Adat, memberi kesempatan kepada pengelola lahan mendapat bukti kepemilikan dari lahan yang dikuasai,” kata Subagyo menambahkan.
Meski belum menemukan hasil, menurut Fauzi pihaknya tak berputus asa. Ia akan terus memperjuangkan haknya mendapat bukti kepemilikan lahan, bagaimanapun caranya.
“Ini akan saya perjuangkan, apapun yang terjadi agar menjadi hak milik saya. Karena saya sudah mengelola dan mengusai tambak tersebut, secara terus menerus selama lebih dari 20 tahun. kami memohon agar ada pihak-pihak yang bisa membantu kesulitan ini”, katanya kepada sejumlah awak media beberapa waktu lalu.
Sempadan Pantai
Saat kesulitan petambak, itu disampikan kepada Petinggi Karanggomdang, Ali Ronzi membantah enggan membantu warga. Ali Ronzi menyebut sudah berusaha membantu warga yang memiliki tambak. Tetapi, niatnya membantu terbentur dengan perpres 51 tahun 2016. Perpres itu menyatakan bahwa sempadan pantai tidak boleh dimiliki perorangan. Sepadan adalah lahan yang berjarak sama atau lebih dari 100 m dari titik pasang tertinggi garis pantai.
“Kemungkinan besar hanya total 1,3 hektar yang bisa diajukan penyertifikatannya ke BPN. Padahal lahan tambak yang di kuasai warga, mencapai 5 hektar. Jadi serba salah, kalau yang bisa diajukan hanya 1,3 hektar,” jelasnya. (Boedi/ss)