Kesehatan Reproduksi (Kespro) Perempuan Pekerja, Siapa Peduli?


Oleh: M Issamsudin*)

  • Ketika kespro perempuan pekerja banyak diabaikan

Semarangsekarang.com – Di Indonesia, setiap warga negara berhak untuk bekerja dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Mencakup pula di dalamnya adalah hak para pekerja untuk mendapat perlakuan dan perlindungan yang manusiawi.

Sangat tepat tentunya kalau keberadaan pekerja kemudian secara khusus dipayungi dengan aturan hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Menjadi masalah tentunya saat perlakuan dan perlindungan bagi para pekerja, tidak terberikan sesuai aturan yang berlaku. Sebut saja dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pekerja. Lebih khusus lagi bagi perempuan pekerja terkait dengan kesehatan reproduksinya.

Kesehatan reproduksi (kespro) bukan sekedar soal keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, yang harus bebas dari penyakit atau kecacatan dan berkaitan sistem, fungsi serta proses reproduksi, tetapi juga berhubungan dengan hal-hal yang dapat menyebabkan terganggunya kespro. Hal-hal tersebut bagi perempuan pekerja harus menjadi perhatian serius saat gangguan itu bisa saja muncul, dan lebih mungkin muncul terkait dengan lingkungan tempatnya bekerja.

Sebagai hak setiap pekerja, kespro adalah tanggungjawab bersama untuk perwujudannya. Bukan sekedar pekerja yang bersangkutan dan keluarga saja, tetapi juga pemberi kerja, baik itu pemerintah/ swasta, perorangan/ lembaga sosial tempatnya bekerja. Pemberi kerja, Pemerintah, sesama pekerja dan masyarakat harus bersinergi untuk mendukung terwujudnya kespro perempuan pekerja. Naif tentunya kalau ada pemberi kerja yang lalai, bahkan abai dan tidak peduli terhadap kespro perempuan pekerjanya.

Sama halnya dengan pemberi kerja yang menganggap kespro perempuan perempuannya adalah urusan pribadi pekerja, bukan menjadi urusannya. Meski demikian kespro perempuan pekerja diakuinya memiliki pengaruh yang signifikan pada produktivitas pekerja dan kinerja. Itu sebabnya, soal kespro perempuan pekerja harus menjadi perhatian serius bersama saat di lapangan ;

Masih banyak perempuan pekerja yang dipekerjakan pada jenis pekerjaan dan waktu yang tidak seharusnya. Bahkan pekerjaan yang berbahaya dan beresiko tinggi terjadinya gangguan pada kespronya.
Perempuan pekerja, khususnya yang sedang hamil atau sedang dalam masa pemulihan pasca melahirkan, tidak seharusnya dibebani pekerjaan yang berlebihan, baik secar fisik maupun psikis. Seperti halnya terlalu banyak berdiri. Juga dalam jam kerja, jangan diposisikan pada shift malam. Mereka harus memiliki waktu istirahat yang cukup, terlebih saat malam hari.

Meski demikian, bukan berarti perempuan pekerja yang tidak sedang hamil dan tidak sedang dalam masa pasca melahirkan, boleh dipekerjakan pada jenis pekerjaan tertentu secara sembarangan. Kespronya harus mendapat jaminan perlindungan agar tidak sampai terganggu.

Masih ada tempat kerja yang tidak terjaga dengan baik kebersihannya, buruk sanitasi dan sirkulasi udaranya. Toilet yang ada juga tidak ramah perempuan. Demikian halnya fasilitas K3-nya, juga ada yang tidak memadai.

Semua jelas buruk akibatnya bagi kespro perempuan pekerja. Lebih buruk saat ada tempat kerja yang tidak didukung tempat layanan kespro perempuan pekerja yang memadai. Baik fasilitas di lingkungan tempat kerja maupun di klinik-klinik umum tertentu untuk melayani perempuan pekerjanya.

Adapula yang menyerahkan soal kespro pada masing-masing pekerja. Tanpa ada bantuan dari pemberi kerja. Minimal anjuran untuk peduli kespronya.

Hak cuti perempuan pekerja terkait dengan kespronya yang diganti dengan sejumlah uang. Kalau memang cuti haid dan cuti melahirkan adalah hak, janganlah tidak diberikan dan jangan diberi peluang untuk tidak diambil atau tidak diberikannya hak tersebut. Apalagi dibiarkan tidak diambil karena diganti sejumlah uang bila tetap masuk kerja atau tidak cuti.
Sebagai hak, cuti haid dan cuti melahirkan harus diberikan tanpa harus kehilangan haknya untuk mendapatkan upah, gaji atau bayaran selama masa cuti. Tidak perlu ada penggantian sejumlah uang bila mau tetap kerja karena saat cuti, pekerja harus tetap dibayar.

Mengingat adanya sikap yang kurang atau tidak tepat dalam hal kespro perempuan pekerja dapat menjadi ancaman bagi kespro perempuan dan ancaman terhadap terwujudnya generasi masa depan yang lebih baik, tentu hal itu tidak boleh dibiarkan. Kespro perempuan pekerja harus benar-benar mendapat jaminan dan perlindungan secara nyata. Pemberi kerja yang baik sudah seharusnya peduli pada kespro perempuan pekerjanya.

Kepedulian itu harus mendapat perhatian khusus dan didukung komitmen bersama yang berkelanjutan untuk keterwujudannya. Dukungan pekerja, suami dan keluarga (bagi perempuan pekerja yang sudah berkeluarga), rekan kerja dan organisasi pekerja, harus dioptimalkan. Perlu ada persamaan persepsi soal kespro, mulai dari hakekat kespro, pentingnya kespro dan tanggung jawab bersama terhadap kespro serta layanan kespro yang aman, efektif dan terjangkau.

Keberpihakan pemerintah untuk itu pun harus terus ditingkatmantapkan agar dapat menjadi spirit dalam hal kespro perempuan pekerja yang berkelanjutan dan terlahirnya generasi masa depan yang lebih hebat. Peningkatan produktivitas dan kinerja di tempat kerja serta keharmonisan dalam hubungan kerja pun juga akan didapat saat kepro perempuan pekerja, mendapat perhatian yang baik.

Bila peran pemberi kerja untuk itu sangat besar, tentu gerakan nyatanya untuk lebih peduli pada kespro perempuan pekerjanya harus diapresiasi secara positif bersama. Hal itu setidaknya merupakan wujud dari perealisasian tanggung jawab guna mendukung pembangunan demi kebaikan bersama. (SS)

*)M Issamsudin, ASN Disnaker Kota Semarang. Alamat Kantor : Disnaker Kota Semarang – Jl. Ki Mangunsarkoro 21 Semarang.

Berita Terkait

Top