Penulis Divisi Satu akan Bertahan, Tak Tergantikan AI


Putu Wijaya (duduk di kursi roda) didampingi Komaruddin Hidayat dan Denny JA bergambar bersama pengurus Satupena lain. Saat penyerahan Satupena Award. (foto: istimewa)

Semarangsekarang.com – Ada yang menarik pada berita Amazon. Tahun ini, menurut Reuter, 200 judul buku yang ditulis oleh Artificial Intelligence (AI) dijual di Amazon. Belasan judul di antaranya menjadi buku yang best seller di situs e-commerce dari Amerika Serikat itu.

“Ini pertama kali dalam sejarah, bahwa manusia bukan satu-satunya makhluk yang bisa menulis,” kata Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia “Satupena” Pusat di Al-Jazeera Resto, Cipinang, Jakarta, Rabu, 20 Desember 2023 kemarin. Denny berbicara di acara penyerahan Satupena Award 2023 yang diberikan kepada Putu Wijaya (untuk kategori penulis fiksi) dan Komaruddin Hidayat (nonfiksi).

Menurut Denny, makhluk lain yang juga bisa menjadi penulis adalah Artificial Intelligence. Terdapat tiga jenis penulis yang berkembang sejak manusia bisa menulis.

“Yang pertama adalah penulis konvensional. Penulis jenis ini menggunakan pengalaman batinnya sendiri dan pengetahuannya sendiri sebagai bahan tulisannya. Penulis jenis kedua ciri khasnya adalah menggunakan Artificial Intelligence dalam menulis,” ujarnya.

Bagi penulis jenis kedua ini, demikian Denny, semua urusan kepenulisan, diserahkan kepada AI. Kemampuannya semakin canggih hari demi hari. Jadi, penulis jenis ini hanya memerintahkan AI untuk menuliskan sesuatu.

Penulis jenis ketiga, menurut Denny, adalah penulis campuran. Pada kelompok ini penulisnya tetap manusia, tapi menggunakan AI sebagai asistennya dalam berkarya. Editor terakhir dan finishingnya tetap manusia.

Menurut Denny, penulis konvensional, tanpa dibantu AI masih paling dominan. Namun melalui waktu, yang akan dominan adalah jenis penulis campuran, yaitu mereka yang menulis dengan menggunakan AI sebagai asisten.

“Mengapa? Ini karena hukum sejarah. Survival of the fittest. Yang bisa survive, yang bisa bertahan bukan yang paling kuat, atau yang paling cerdas, tetapi yang paling sesuai dengan tren zamannya,” kata penggagas puisi esai ini.

Denny berpendapat, jika kita melihat ke belakang, sepanjang sejarah, dalam hal apapun kelompok yang bertahan adalah mereka yang “riding the tiger, riding the wave“, yang mendayagunakan teknologi mutakhir. “Kita tidak bisa mencampakkan Artificial Intelligence sebagai teknologi, lebih baik memanfaatkannya sebagai asisten dalam menulis,” ujarnya.

Kedalaman bahasa

Saat ini, memang terjadi revolusi AI dan mayoritas penulis masih gagap dengan AI. “Tapi kita membaca trend penulis yang mendayagunakan AI juga yang nanti bertahan,” Denny JA menjelaskan.

“Pertanyaannya adalah apa yang belum bisa digantikan oleh AI saat ini dalam dunia tulis menulis?” tanya Denny.

Jika seseorang menulis untuk sekedar informatif, AI sudah bisa menggantikan bahkan dengan hasil yang lebih baik. AI juga mampu mengolah data dengan kecepatan yang luar biasa. Tulisan yang sekedar runtut dan komprehensif juga bisa digantikan AI.

Hanya satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh AI, yaitu menulis dengan kedalaman bahasa, kedalaman renungan yang sangat menyentuh hati. “Inilah jenis tulisan yang dihasilkan penulis Divisi Satu, penulis puncak” kata Denny JA. (subagyo-SS)

Berita Terkait

Top