Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the all-in-one-seo-pack domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/semara37/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Rektor UPGRIS Puji Berbagai Program Wali Kota Semarang - Semarangsekarang.com

Rektor UPGRIS Puji Berbagai Program Wali Kota Semarang


Rektor Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Dr Sri Suciati. (foto: istimewa)

Semarangsekarang.com – Kepemimpinan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu selama menjabat dinilai mampu menyelesaikan permasalahan yang dialami masyarakat. Terutama dalam program yang masuk empat isu prioritas nasional.

Hal itu diungkapkan Rektor Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Dr Sri Suciati pada Rabu (27/12/2023). Menurutnya, Wali Kota yang akrab disapa Mbak Ita tersebut telah menunjukkan kehadiran negara di tengah-tengah persoalan masyarakat.

Salah satunya program anti-stunting yang sedang dilakukan juga perlahan berdampak positif. “Jujur saya sampaikan bahwa Bu Ita, Wali Kota Semarang ini sangat getol mengkampanyekan Gerakan anti-Stunting melalui berbagai macam program,” kata Suci.

Suci juga tertarik dengan nama-nama program yang dikemas menarik melalui akronim. Misalnya, Gerimis Lur  (Gerakan Minum Susu dan Telur) bagi ibu hamil dan balita, Dahsyat (Dapur Sehat Atasi Stunting), Rumah Pelita (Rumah Penanganan Stunting Lintas Sektor Bagi Anak Bawah Dua Tahun), semacam rumah penitipan atau daycare.

Dalam catatannya, program anti-stunting Mbak Ita selalu mengedepankan ketahanan pangan, lingkungan sosial, dengan mengkaitkan praktik pemberian makanan bayi dan anak, pelayanan kesehatan, serta ketersediaan sarana air bersih.

“Bu Ita berhasil menanamkan kesadaran bagi setiap orang akan pentingnya kecukupan gizi bagi calon ibu, ibu hamil dan balita, sehingga angka stunting terus menurun. Sebuah kesadaran tentang kualitas sumber daya manusia di masa datang,” katanya.

Suci juga memberi perhatian terkait angka kemiskinan di Kota Semarang yang menunjukkan penurunan pada 2023. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan stunting Kota Semarang menjadi 4,23 persen dari angka 4,25 persen.

Menurutnya, penurunan kemiskinan di Kota Semarang masih bisa dilakukan dengan tidak mengandalkan hasil survei, tetapi data by name by address, dan mendatangi satu persatu rumah untuk mengetahui akar penyebabnya. “Data bisa saja berubah-ubah karena seseorang yang hari ini mampu, beberapa hari kemudian menjadi miskin karena sebab tertentu,” ujarnya.

Kendati begitu, dia menyebut penyebab kemiskinan pada umumnya adalah pendidikan yang rendah. Namun, menurutnya akses pendidikan telah dibuka lebih luas terutama bagi masyarakat miskin.

“Akses pendidikan dasar bagi warga Kota Semarang semakin bagus. Kebijakan sekolah swasta gratis juga patut diapresiasi,” katanya, menjelaskan guru masih perlu perhatian lebih lewat pelatihan peningkatan keprofesionalan berkelanjutan, agar pendidikan di Kota Semarang makin berkualitas.

Menekan inflasi

Di sisi lain, dalam pengendalian inflasi, Suci mengapresiasi Pemkot Semarang. Ada beberapa inovasi yang mampu menekan inflasi di tengah harga sembako yang masih tinggi. Beberapa program seperti ‘Pak Rahman’ dan ‘Pandawa Kita’ dinilai mampu menstabilkan komoditas pangan, khususnya beras. “Apresiasi untuk beberapa program Pemkot Semarang untuk menekan inflasi pangan,” kata Suci.

Doktoral Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini menyatakan, posisi Kota Semarang amat strategis bagi investor untuk menanamkan modalnya. Semarang menurutnya, adalah salah satu kota dagang dan pusat jasa teraktif di Indonesia.

“Ibu Ita menangkap peluang besar ini dengan menggandeng para investor menyediakan tempat, mal-mal baru untuk memenuhi kebutuhan dan aktivitas masyarakat modern, tidak hanya masyarakat Semarang saja. Tetapi kawasan penyangga Kota Semarang yang tidak banyak memiliki mal dan pusat perbelanjaan,” ujarnya.

Baginya, seiring pesatnya perkembangan pusat perbelanjaan di Kota Semarang, pemberdayaan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui produk-produk tradisionalnya juga perlu ditingkatkan.

Diperlukan adanya regulasi yang mengatur kewajiban memberikan ruang bagi UMKM di pusat perbelanjaan. Selain itu, kata dia, pemerintah kota juga perlu menyiapkan para pelaku UMKM melalui pelatihan misalnya agar bisa menampilkan usahanya secara modern. “Dengan makin maraknya pusat perbelanjaan di Kota Semarang membuka peluang bagi warga untuk mendapatkan pekerjaan,” katanya.(subagyo-SS)

Berita Terkait

Top