Indonesia Alami Darurat Kejahatan Seksual Anak

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengingatkan bahwa Bangsa Indonesia memasuki darurat kejahatan seksual terhadap anak. (foto: istimewa)
Sekarangsekarang.com (Jakarta),- Berulangnya kejahatan seksual terhadap anak menjadi penyesalan tersendiri bagi Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid atau HNW. Hidayat menilai, kejahatan seksual terhadap anak, yang terakhir terjadi di Brebes Jawa Tengah menjadi bukti bahwa Indonesia sudah masuk ke dalam darurat kejahatan seksual anak. Karena itu seluruh pihak perlu memaksimalkan upaya menyelamatkan anak.
Menurut HNW darurat kejahatan seksual terhadap anak, juga telah diumumkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Hidayat berharap, kasus-kasus serupa perlu dilakukan pengusutan melalui mekanismie proses hukum yang tegas dan transparan. Ia menyesalkan adanya upaya penyelesaian kasus di Brebes tersebut dengan upaya ‘perdamaian’. Padahal seharusnya tindak pidana semacam ini sudah masuk ke ranah aparat penegak hukum. Oleh karenanya, ia mendesak agar aparat penegak hukum secara profesional mengusut kasus dan menghukum tegas pelaku.
“Perdamaian itu memang suatu hal yang baik. Namun, tidak dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak yang sudah dalam kondisi darurat di Indonesia. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus mengusut tuntas dan tegas melalui mekanisme yang berlaku kepada pelakunya, untuk menimbulkan efek jera sehingga kasus serupa tidak lagi terulang,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (18/01/2023).
Pihak-pihak terkait, seperti Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menurut HNW harus segera bergerak membantu korban dan keluarganya. Terutama pemulihan trauma dan edukasi untuk mendorong perkaranya dibawa ke proses hukum. “Pendampingan terhadap korban dan keluarga korban juga penting, serta pemahaman bahwa kasus ini memang seharusnya diselesaikan di meja peradilan,” ujarnya.
Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi perlindungan perempuan dan anak ini berpendapat bahwa instrumen hukum berupa undang-undang serta aturan turunannya untuk menjerat pelaku sudah sangat memadai. Di antaranya, adalah UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah melalui UU No 17 Tahun 2016, dan juga UU No 12 Tahun 2022 tentang TIndak PIdana Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Instrumen-instrumen hukum itu sudah sangat layak untuk digunakan oleh pelaku. Sekarang, bagaimana aparat penegak hukum bisa maksimal menggunakannya. Karena aturan hukum tersebut hanya menjadi teks yang kosong, apabila tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk melindungi rakyatnya,” tuturnya.
Memprihatinkan
Terulangnya kejahatan seksual, terutama terhadap anak, menurut Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), ini sudah masuk ke level yang sangat memprihatinkan atau dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah – melalui Kementerian PPA- untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah peristiwa serupa terjadi lagi.
“Selama ini memang kita seakan fokus kepada ancaman sanksi atau langkah yang represif. Seharusnya langkah-langkah preventif juga perlu dilakukan, untuk mencegah terjadinya kejahatan seksual tersebut. Salah satu yang perlu didorong adalah penguatan keluarga selaku unit terkecil di dalam masyarakat, sehingga anak-anak dapat teredukasi dengan baik untuk menghindari peristiwa-peristiwa yang berpotensi menimbulkan kejahatan seksual,” pungkasnya. (m budiono-SS)