MenkumHAM: Perubahan Paradigma Pemidanaan Indonesia Suatu Keniscayaan


MenkumHam Yasonna H Laoly memukul gong menandai dibukanya Simposium Nasional Pemasyarakatan dengan tema “Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia,” Jakarta, Kamis (13/04/2023). (foto: istimewa)

Semarangsekarang.com (Jakarta) – Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna H Laoly mengatakan, Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Pemasyarakatan No 22 Tahun 2022 menjadi wajah baru paradigma pemidanaan Indonesia. Melalui Undang-undang Pemasyarakatan No.22 Tahun 2022 dan KUHP yang baru, perubahan paradigma pemidanaan Indonesia menjadi suatu keniscayaan.
Menurut Yasonna, perubahan paradigma hukum pemidanaan harus turut berubah sejalan dengan perkembangan jaman dan perkembangan kejahatan itu sendiri.

“Pemidanaan sendiri seharusnya menjadi sarana atau alat kontrol sosial dengan fungsi sebagai alat pencegahan kejahatan, sebagai alat mempertahankan moral yang baik serta sebagai alat untuk mereformasi kejahatan,” kata Yasonna saat didaulat menjadi keynote Speaker Simposium Nasional Pemasyarakatan, Kamis (13/4).

Menurut Yasonna, pencegahan kejahatan sebenarnya harus pula mengedepankan prinsip-prinsip perbaikan, ketimbang penyelesaian pidana yang merujuk pada konsepsi kepenjaraan yang hanya akan mengakibatkan kerugian negara dengan membangun penjara sebanyak-banyaknya.

Karena Paradigma Pemidanaan kedepan kata Menkumham harus menitik beratkan pada upaya memberikan penyelesaian yang berkeadilan. Serta mencoba memulihkan keadaan seperti semula yakni pemidanaan yang mengakomodir keadilan restoratif sebagai alternatif pemidanaan.

Menkumham berharap, Simposium menghasilkan point penting serta sumbang saran pemikiran yang dapat diupayakan bersama untuk penerapan keadilan restoratif demi wujudkan tercapainya paradigma pemidanaan modern dengan sebaik baiknya.

Senada dengan MenkumHAM, Reynhard Silitonga, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (DirjenPAS) menyatakan bahwa Orientasi pemidanaan kedepan tidak lagi berkutat pada keadilan retributif atau balas dendam. Tetapi sudah berorintasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif. Kondisi ini yang diharapkan dalam perubahan paradigma baru pemidanaan di Indonesia.

“Dengan perubahan paradigma pemidanaan yang saat ini terjadi, maka Sistem Pemasyarakatan yang semula hanya menjadi muara dalam sistem peradilan pidana di Indonesia harus bertransformasi, hal ini menuntut perluasan peran Petugas Pemasyarakatan untuk berpartisipasi penuh atau berperan aktif berupaya menyukseskan Keadilan Restoratif,” terang Reynhard.

Simposium Nasional Pemasyarakatan dengan tema “Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia” merupakan salah satu rangkaian peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan ke-59. Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan wawasan, informasi dan pengetahuan tentang tugas dan fungsi Pemasyarakatan serta memberikan pemahaman baru mengenai perubahan baru paradigma pemidanaan Indonesia. (m budiono-SS)

Berita Terkait

Top