Lasa Hartanto, Pendekar Tenis Asal Surakarta

Lasa Hartanto tampak masih aktif di lapangan tenis sebagai pelatih. Usianya tak lagi muda, namun ia tetap ingin mencetak atlet tenis muda berprestasi. (foto: m budiono/SS)
- H Muh Lasa Hartanto.
Semarangsekarang.com (Solo) – Fisiknya sudah banyak berubah, tidak seatletis dulu waktu masih aktif sebagai pemain tenis lapangan. Badannya lebih tambun, dan itu membuat gerakannya menjadi lamban. Footworknya yang dulu lincah, bak penari balet kini tidak ditemukan lagi. Tetapi, asanya untuk terus membidani lahirnya petenis-petenis muda Surakarta, tak pernah lekang oleh waktu. Meski panas menyengat, atau angin bertiup kencang H Muh Lasa Hartanto (69 tahun), terus menggenjot fisik serta teknik anak-anak asuhnya, setiap Minggu pagi di Lapangan Tenis Fajar Indah, Jajar Kecamatan Laweyan Kota Surakarta.
Sebagai pelatih, pria kelahiran Sragen 11 Mei 1954 ini memiliki rekam jejak di dunia tenis lapangan yang sangat membanggakan. Di Surakarta, namanya menjadi kebanggan tersendi. Lasa pernah menjadi rajanya tenis lapangan diseluruh nomer. Baik singgle, Doble maupun ganda campuran. Selama lebih dari dua puluh tahun sejak awal 80 an hingga akhir 90 an, ia nyaris tak pernah tergusur dari dua besar diketiga nomer tersebut.
“Lebih-lebih dikalangan PT Pos Indonesia. Alhamdulillah saya sudah keliling Indonesia, punya banyak teman pemain tenis, dan hampir selalu mengangkat medali disetiap kejuaraan, itu yang membuat saya sempat merasakan persaingan di pra PON dan itu pula yang membuat saya selalu bersyukur dan bangga,” ungkap Lasa kepada sekarangsekarang.com yang menyambangi tempat latihannya beberapa waktu lalu.
Meskipun tak lagi aktif sebagai atlet, tapi dengan prestasi dan kemampuannya. Lasa tetap tak bisa lepas dari dunia tenis. (foto: m budiono/SS)
Meski sempat merasakan manisnya berbagai titel juara, ragil tiga bersaudara pasangan Marto Semito dan Suminah, ini mesti merangkai langkah demi langkah kisahnya di dunia tenis dari anak tangga yang paling bawah. Tahun 1977, Lasa kecil mengenal tenis karena sering menjadi anak gawang, bertugas memunguti bola. Pelan tapi pasti pekerjaan itu membuatnya suka dengan tenis. Saat semua petenis berhenti berlatih, Lasa muda mencoba bermain, dan itu terjadi saat matahari ada di atas kepala.
“Saya tak mampu sewa lapangan, sehingga hanya bisa bermain saat lapangan kosong, dan itu terjadi pada waktu siang tengah bolong. Saat itu saya belum punya raket, dan hanya meminjam,” tambahnya.
Berkat ketekunannya berlatih, serta bakat terpendamnya, banyak pemain tenis yang akhirnya bersimpati. Mereka kerap meminjamkan raketnya, mengajak Lasa berlatih, sembari memberikan masukan teknik bermain tenis yang baik. Ujungnya, pada 1978 Lasa diterim di PT Pos Indonesia. Itu berarti kesempatannya menambah jam terbang semakin gampang. Dan sejak itu, namanya di dunia tenis terus menanjak, laksana balon udara.
Lasa Hartanto saat berfoto bersama atlet tenis yang dilatihnya di Lapangan Tenis Fajar Indah, Jajar Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. (foto: m budiono/SS)
Kini, bapak lima anak hasil pernikahannya dengan Sarini, itu tidak muda lagi. Untuk melanjutkan prestasinya di dunia tenis jelas tidak mungkin. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah melahirkan Lasa-Lasa muda bagi masa depan tenis Surakarta dan Indonesia pada umumnya.
Asa itu bukan mustahil, terbukti salah satu anak didiknya sempat menjadi jawara nasional bahkan internasional. Catatan manis itu sempat ditorehkan Wynne Prakusya. Sang atlet sempat merasakan tempaan tangan dingin Lasa, sebelum yang bersangkutan melanjutkan pendidikannya di luar negeri.
Selain Wynne, Lasa juga sempat memiliki belasan anak didik usia muda. Namun, saat Pandemi Covid-19, Remaja Tenis Club’ Surakarta yang dibinanya dibuat bubar tangkar. Kini, setelah Covid mereda, Lasa kembali mengayunkan raket serta tangannya untuk membina petenis muda guna menaoaki kerasnya persaingan di dunia tenis. Mudah-mudahan, keinginannya melahirkan petenis muda potensial, segera mendapatkan jalan mulusnya, semoga. (m budiono-SS)