Sugian Noor: ”Jangan Pernah Merasa Tidak Berguna”


Sugian Noor, menjadi pembina musik di YPAC Solo, sales, hingga mengamen, adalah caranya, membuktikan bahwa kaum difabel tetap bisa berdaya. (m budiono/SS)

Semarangsekarang.com (Surakarta). Tidak ada manusia yang hidup dengan sempurna, semua memiliki kekurangannya sendiri-sendiri. Bagi Sugian Noor (57 tahun), kakinya merupakan ketidak sempurnaan yang harus dia terima. Dan itu membuatnya sangat bergantung pada kursi roda. Ketergantungan Sugian Noor terhadap kursi roda, sudah berlangsung lama, sejak ia masih duduk di kelas enam Sekolah Dasar. Diduga, penyebabnya adalah firus yang menggerogoti kaki. Kemudian berakibat kakinya lemas, tidak bisa digunakan untuk berdiri, laksana benang basah yang mustahil untuk berdiri.

Tetapi, dengan kelemahan yang menempel dibadannya, itu Om Sugi begitu Sugian Noor biasa disapa, tak pernah merasa bahwa hidupnya adalah kesia-siaan saja. Dengan berbagai cara dan upaya, Om Sugi berusaha untuk memaknai hidupnya. Salah satunya adalah menjadi pembina dan pembimbing musik bagi anak-anak difabel yang bernaung di bawah Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Solo.

“Saya selalu katakan pada anak-anak, jangan pernah merasa dirimu tak berguna. Kalau kamu merasa dirimu tidak bisa apa-apa, itu salah. Kamu gak bisa apa-apa, itu hanya istilah, tetapi sesungguhnya kamu bisa melakukan hal-hal yang bisa bermanfaat, bukan hanya untuk dirimu sendiri, tetapi juga bagi orang lain,” kata Om Sugi mengulangi nasihat seperti yang biasa dia sampaikan kepada anak-anak difavel yang dibinanya.

Menjadi pembina musik bagi anak-anak difabel. Adalah salah satu bukti bahwa Sugian Noor tidak menyerah pada keadaan. Ia tetap berusaha agar bermanfaat bagi diri dan orang lain. Meskipun gaji yang diperoleh sebagai pembimbing musik bagi anak daifabel di YPAC relatif kecil. Tetapi karena tugas tersebut dilakukan dengan hati dan penuh tanggung jawab, sekecil apapun honor yang diterima, pekerjaan tersebut ditekuninya sepenuh hati.

“Kalau kita bekerja dengan hati, maka urusan gaji tidak menjadi persoalan. Seperti itulah guru dan Pembina di YPAC, dan itu perlu ditiru oleh para pejabat. Kalau mereka bisa bekerja dengan hati, niscaya dia tidak akan korupsi, sekalipun misalnya tidak ada KPK,” kata laki-laki kelahiran Jakarta Jakarta, 12 Juni 1965 ini.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan dua anaknya, Om Sugi, demikian ia biasa disapa, tak segan untuk ngamen, menjadi sales hingga menerima proyek-proyek tertentu. Ia juga kerap terlihat mengiringi para penyanyi, memberi hiburan di tempat hajatan.

“Sebagai orangtua, tentu saya ingin selalu membahagiakan keluarga. Tetapi keinginan tersebut tidak bisa saya lakukan setiap saat. Adakalanya, saya harus mengelus dada, karena tidak dapat memenuhi permintaan anak-anak,” ucapanya kepada semarangsekarang.com beberapa waktu lalu. (m budiono-SS)

Berita Terkait

Top