Lebaran : Tradisi Penuh Makna Dalam Puisi


Oleh Nia Samsihono

Semarangsekarang.com Lebaran, juga dikenal sebagai Idulfitri, adalah salah satu perayaan penting dalam agama Islam yang dirayakan oleh umat muslim di seluruh dunia. Perayaan ini merupakan momen kebahagiaan dan kesyukuran bagi orang-orang yang beragama Islam setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh, yaitu bulan Ramadan. Lebaran telah menjadi bagian integral dari budaya dan tradisi Indonesia selama berabad-abad. Pada abad ke-13, Islam mulai masuk ke wilayah yang kini menjadi Indonesia melalui para pedagang Arab, Persia, dan India yang berlayar ke kepulauan Nusantara untuk berdagang. Dengan kedatangan Islam, budaya dan tradisi Islam juga ikut tersebar di masyarakat setempat. Berbagai suku dan etnis yang ada di Indonesia telah memberikan warna dalam merayakan Lebaran. Masing-masing suku memiliki tradisi dan budaya tersendiri dalam merayakan lebaran, misalnya berkumpul bersama keluarga dan saling memaafkan. Pemerintah Indonesia juga telah memfasilitasi masyarakat dalam merayakan Lebaran bersama keluarga dengan memberikan kesempatan cuti bersama di hari tersebut.

Lebaran memang fenomenal. Selalu berkesan dan menjadi kenangan abadi di setiap manusia yang menjalaninya. Banyak hal dialami para penganut Islam saat menjalankan ibadah puasa sebulan penuh dan puncaknya adalah hari lebaran. Situasi ini sangat menarik. Para penyair Indonesia merekam lebaran pada puisi-puisinya, antara lain Taufiq Ismail. Puisi-puisinya menarasikan suasana lebaran dalam kata-kata. Puisi-puisi para penyair rata-rata menggambarkan tentang situasi keluarga, manusia, alam, dan Tuhan.  Taufiq Ismail, penyair dan sastrawan terkemuka Indonesia yang lahir tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat menulis puisi berjudul ‘Lebaran Sebentar Lagi’. Puisinya menceritakan bahwa sebentar lagi lebaran. Sekeluarga telah berpuasa sebulan penuh dan selama berpuasa dilakukan salat tarawih, membaca Al-Qur’an, berdoa pada Tuhan, dan lainnya.

 

Lebaran Sebentar Lagi 

Puisi: Taufiq Ismail

Lebaran sebentar lagi/Berpuasa sekeluarga/Sehari penuh yang sudah besar/Setengah hari yang masih kecil/Alangkah asyik pergi ke masjid/Shalat tarawih bersama-sama//Lebaran sebentar lagi/Berpuasa dengan gembira/Menahan lapar menahan nafsu/Melatih diri sedari kecil/Membaca Qur’an/Shalat Tarawih/Melatih iman sedari kecil/Sesudah saling bermaafan/Dengan penuh keikhlasan/Ya Tuhan mohon keridhoan/Sepenuh kasih dan sayang//Lebaran sebentar lagi/Tak ada miskin tak ada kaya/Semua sama di depan Tuhan/Yang berbeda/Cuma amalnya/Semua ingin Lailatul Qadar/Semoga kita mendapatkannya.

Lebaran tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi momen untuk bersilaturahmi, memaafkan, dan menguatkan ikatan kekeluargaan. Di tengah euforia Lebaran, puisi menjadi salah satu medium yang sering digunakan untuk mengungkapkan makna dan keindahan momen tersebut. Lebaran menjadi momen yang mengingatkan umat Islam akan pentingnya kesatuan dan persatuan dalam menjalani ibadah dan kehidupan sehari-hari. Umat Islam memperlihatkan ketulusan hati dan semangat pengampunan terhadap sesama. Hal ini tercermin dalam tradisi maaf-maafan antara keluarga, teman, dan tetangga. Juga ada tradisi memberi atau yang dikenal dengan “zakat fitrah” menjelang Lebaran. Tradisi ini adalah wujud nyata dari kedermawanan umat Islam kepada yang membutuhkan. Kita diingatkan akan pentingnya berbagi rezeki dan peduli terhadap sesama. Lebaran juga menjadi simbol kebahagiaan dan kebangkitan, mengingatkan umat Islam akan kekuatan iman dan keteguhan hati dalam menghadapi cobaan sepanjang bulan Ramadan. Setelah usai ibadah puasa rasanya lega, puas, dan serasa hidup baru. Saling memberi maaf pada sesama. Para penyair juga menuliskan hal bermaaf-maafan ini, antara lain Mustofa Bisri. Belia menuliskan pengalaman rasa saat lebaran itu dengan menatapi seluruh alam dunia yang diciptakan Tuhan. Mustofa Bisri meminta maaf pada seluruh alam kehidupan di dunia.  Berikut ini puisi Mustofa Bisri yang mencoba meminta maaf pada dunia.

 

Selamat Idul Fitgri

selamat idulfitri, bumi/maafkan kami/selama ini/tidak semena-mena/kami memerkosamu//selamat idul fitri, langit/maafkan kami/selama ini/tidak henti-hentinya/kami mengelabukanmu//selamat idul fitri, mentari/maafkan kami/selama ini/tidak bosan-bosan/kami mengaburkanmu//selamat idul fitri, laut/maafkan kami/selama ini/tidak segan-segan/kami mengeruhkanmu//selamat idul fitri, burung-burung/maafkan kami/selama ini/tidak putus-putus membrangusmu//selamat idul fitri, tetumbuhan/maafkan kami/selama ini/tidak puas-puas/kami menebasmu//

selamat idul fitri, para pemimpin/maafkan kami/selama ini/tidak habis-habis/kami membiarkanmu//selamat idul fitri, rakyat/maafkan kami/selama ini/tidak sudah-sudah/kami mempergunakanmu.

Dalam puisi, penulis seringkali menggambarkan keindahan tradisi Lebaran melalui penggambaran suasana, ritual, dan makna-makna yang terkandung di dalamnya. Puisi sering menjadi sarana untuk merenungkan makna kebersamaan, keikhlasan, dan kedamaian yang tercipta di tengah-tengah keramaian perayaan. Dapat dirasakan pada puisi saya berikut ini.

 

Di Pagi Lebaran

Di pagi Lebaran yang sunyi/Suara takbir menggetar nurani/Langkah lembut ke masjid awal hari Senyum dan doa di bibir menghiasi//Dengan khusuk, hati-hati bersujud/Memohon ampunan Khalik tan maujud/Tangan-tangan yang terbuka/Siap terima ampunan sepenuh rasa//Di rumah, aroma ketupat dan rendang/Mengisi udara penuh dendang/Setiap pintu tetangga/Menjemput maaf dan bahagia//Di pelukan keluarga, terasa sempurna/Suara canda tawa yang bermakna/Dalam setiap detik waktu menghapus dosa/Lebaran membawa damai di setiap jiwa

Puisi seperti ini menciptakan gambaran yang indah tentang momen-momen penting dalam perayaan Lebaran. Penggunaan bahasa yang kaya dan metafora yang mendalam membuat pembaca terbawa pada perjalanan emosional yang mendalam. Selain menggambarkan keindahan, puisi tentang Lebaran juga sering kali menyampaikan pesan-pesan kebersamaan, perdamaian, dan kesederhanaan. Puisi-puisi tersebut membangun kesadaran akan pentingnya saling memaafkan, berbagi, dan menyebarkan kedamaian di tengah-tengah perbedaan dan kesulitan. Cermati puisi saya berikut.

 

DAMAI LEBARAN

Di bawah langit biru memesona/Damai merayap di setiap jiwa/Wajah-wajah penuh doa//Mengundang kedamaian cinta//Di mata yang bersinar cerah/Terpancar pada wajah tengadah/Hati yang lapang penuh ampunan/Membawa langkah perdamaian//Di tengah hiruk pikuk dunia/Lebaran begitu sederhana/Setelah sebulan penuh berpuasa/Ada keluarga dan teman yang terjaga//

Puisi tentang Lebaran tidak hanya menyentuh aspek keagamaan, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Mereka mengingatkan kita akan pentingnya memelihara hubungan yang baik dengan sesama, serta memupuk rasa toleransi dan pengertian di tengah-tengah keragaman. Lebaran merupakan momen yang penuh makna bagi umat muslim, di mana kebersamaan, kedamaian, dan kebahagiaan menjadi sorotan utama. Melalui puisi, keindahan dan pesan-pesan mendalam dari perayaan ini dapat diungkapkan dengan indah. Puisi tentang Lebaran mengajak kita untuk merenung, merayakan, dan menghargai kebersamaan serta makna sejati dari momen ini. Selama lebaran kita dapat mengamati alam dan lingkungan, dari situlah akan terekam suasana dan peristiwa yang dapat dituliskan menjadi puisi, ayo kita menulis puisi. Lebaran akan menjadi sangat bermakna.

*Nia Samsihono Ketua Umum Satupena DKI Jakarta dan Ketua Komunitas Perempuan Bahari

Berita Terkait

Top