Meningkatkan Partisipasi Pemilih dalam Pilkada
Gunoto Saparie ; Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT)
Semarangsekarangcom,- Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah akan dilaksanakan secara serentak bersama pemilihan bupati dan wakil bupati maupun walikota dan wakil walikota seluruh kabupaten dan kota se-Jawa Tengah tanggal 27 November 2024. Pesta demokrasi ini merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah. Pelaksanaannya harus secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam kaitan ini, partisipasi pemilih merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pilkada. Semakin tinggi partisipasi pemilih semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pilkada.
Menyadari hal ini, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Peningkatan Partisipasi Pemilih dengan Pemangku Kepentingan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah 2024 di Hotel Gets Semarang, Kamis, 27 November 2024. Rapat koordinasi tersebut menghadirkan tiga narasumber berkompeten di bidangnya yaitu anggota KPU Jateng 2003-2008 yang juga dosen Fisip Undip Dr. Fitriyah, antropolog Undip Prof. Dr. Muhadjirin Tohir, dan aktivis Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR) Mohammad Subbardi M.Pd.
Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pilkada merupakan cermin dari semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Dalam berdemokrasi, keterlibatan rakyat dalam setiap penyelenggaraan yang dilakukan negara adalah sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, ketika ada fenomena golput (pemilih yang tidak menggunakan haknya), berarti ada masalah dalam sosialisasi pilkada. Apalagi kalau persentasi jumlah golput semakin besar.
Eep Saefulloh Fatah pernah mengklasifikasikan golput atas empat golongan. Pertama, golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara, atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah. Kedua, golput teknis-politis, yaitu mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu). Ketiga, golput politis, yaitu mereka yang merasa tak memiliki pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Sedangkan keempat, golput ideologis, yakni mereka yang tak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain.
Angka golput yang tinggi ini bisa berarti bahwa pemerintah kemungkinan sulit mendapatkan dukungan maksimal dari masyarakat. Bahkan kemungkinan pula dapat mengarah pada hilangnya legitimasi kepemimpinan. Oleh karena itu, perlu diadakan sosialisasi dan pendidikan mengenai politik dengan tujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pilkada. Persentase golput yang masih tinggi di Indonesia harus segera ditangani, agar dapat meningkatkan jumlah partisipasi publik dalam pilkada, karena satu suara sangat menentukan masa depan provinsi, kabupaten, atau kota.
Dalam upaya meningkatkan partisipasi politik rakyat, KPU tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi membutuhkan peran kelompok kepentingan lain sebagai bentuk demokrasi yang berjalan. Setiap pemangku kepentingan memiliki peran dalam memengaruhi masyarakat untuk terlibat dalam partisipasi politik. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi antara berbagai kelompok kepentingan yang berperan dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pilkada.
Dalam kaitan inilah, upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pilkada sangat penting. Hal ini karena masyarakat memiliki andil cukup besar dalam proses pilkada. Mereka sebagai pemilih sangat menentukan dalam pemenangan kandidat kepala daerah. Oleh karena langkah KPU Jawa Tengah melibatkan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam Pilgub Jateng 2024 patut dipuji. Meskipun sesungguhnya ikhitiar peningkatan partisipasi masyarakat dalam Pilgub Jateng tidak semata-mata merupakan tanggung jawab KPU Jawa Tengah, tetapi juga partai politik.
Dalam pilkada rakyat daerah dapat menentukan sendiri orang tertentu yang dianggap atau dinilai mampu membawa kebaikan bagi seluruh rakyat di daerah tersebut. Pilkada menjadi sebuah arena yang mewadahi kompetisi atau kontestasi antara aktor politik untuk meraih kekuasaan, partisipasi politik rakyat untuk menentukan pilihan, dan liberalisasi hak- hak sipil dan politik warga negara.
Oleh karena itu, pilkada merupakan sebuah peristiwa luar biasa yang dapat membuat perubahan berarti bagi daerah. Hal ini merupakan suatu cara dari kedaulatan rakyat yang menjadi esensi dari demokrasi. Rakyat harus melek politik dan memiliki tingkat kesadaran tinggi dalam berpolitik. Rakyat harus lebih meningkat partisipasinya dalam pilkada, lebih kreatif dalam memilih calon kepala daerah yang memiliki pemikiran ingin membangun daerahnya untuk maju dan sejahtera serta meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik. Masyarakat sebagai aktor utama dalam pilkada ini dituntut agar lebih partisipatif dalam segala bentuk tahapan penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut.
Salah satu faktor pendukung pilkada adalah tingkat partisipasi masyarakat. Jumlah partisipasi masyarakat yang tinggi akan menunjukkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pilkada. Mereka sadar akan peran pentingnya dalam menyeleksi kepala daerah yang nantinya akan mengatur pemerintahan.
Dalam hal ini pernyataan Fitriyah layak digarisbawahi. Bahwa partisipasi masyarakat dalam pemilu sangat penting, sekurang-kurangnya untuk sejumlah hal berikut. Pertama, meningkatkan minat dan kepedulian warga negara terhadap penyelenggaraan pemilu serta pengetahuan atau informasi tentang proses penyelenggaraan pemilu. Kedua, pelaksanaan kedaulatan partai politik berada pada anggota, kedaulatan rakyat, hak asasi manusia dalam bidang politik, pengakuan atas legitimasi partai politik, legitimasi penyelenggara negara, dan sistem politik pada umumnya. Sedangkan ketiga, menjamin pemilu yang adil dan menjamin integritas hasil pemilu.
Memang, legitimasi kepemimpinan yang dipilih melalui mekanisme politik dapat diukur dari seberapa jauh dukungan masyarakat melalui partisipasi pemilih. Kuat atau tidak kepemimpinan seseorang dapat diukur dari dukungan publik terhadapnya. Karena itulah partisipasi pemilih secara dominan dalam pilkada serentak tahun ini menjadi sangat strategis.