Curahan Hati Anak-Anak Berkebutuhan Khusus Bersama Satupena dan SLB Mutiara Hati
Para guru, siswa, orang tua siswa, dan pengurus Satupena Kabupaten Semarang dan Jawa Tengah berfoto bersama sesuai kegiatan berpuisi di SLB Mutiara Bangsa, Patean, Kendal. (foto : ist)
Semarangsekarang.com (Kendal) – Iko pernah melihat matahari dan cahaya. Kegembiraan pernah sangat mewarnai hari-harinya yang sempurna. Sayang, itu tak lama. Saat usianya menginjak lima tahun, tubuhnya panas tak terkira. Saraf matanya rusak. Pandangannya menjadi gelap. Tuhan mengambil sinar itu dari hari-harinya. Sejak itu sosok Iko anak cerdas itu, kehilangan penglihatannya. Mimpi untuk menjadi pilot atau astronot pun padam.
“Tapi aku masih bisa berjalan, mendengar, berbicara, menyuarakan isi hati… aku masih bisa menjadi musisi dan penyair. Akan kuhiasi dunia dengan musik dan syair,” katanya.
Tak mau kalah dan menyerah dengan keadaan, Iko, remaja yang kini duduk di bangku kelas X Sekolah Luar Biasa (SLB) Mutiara Bangsa, Patean, Kendal, ini kemudian menyuarakan cita-citanya lewat bait-bait puisi yang ditulisnya. Iko, atau Iko Galih Aji Pangestu, juara 3 dalam lomba geguritan se-Cabang Dinas 13 Jawa Tengah dalam sebuah even yang diselenggarakan antar-SLB ini membacakan karyanya dalam acara Literasi Inklusi Goes to School, Indahnya Merajut Mimpi dengan Puisi yang sekaligus rangkaian acara ‘launching’ buku antologi puisi “Ning Nang Ning Gung Gong, Mantra sang Pendamba” besutan para penyair yang tergabung dalam Satupena Kabupaten Semarang dan Satupena Jawa Tengah.
Acara tersebut diselenggarakan SLB Mutiara Bangsa bekerja sama dengan TBM Warung Pasinaon bersama Satupena Kabupaten Semarang dan Satupena Jawa Tengah, Sabtu, (14/9/2024).
Hari, itu TBM Warung Pasinaon yang berlokasi di Bergas, Kabupaten Semarang sengaja melawat ke Patean Kendal untuk membersamai para siswa disabilitas dan orangtuanya membaca puisi dan menyimak karya-karya mereka yang telah ditransformasikan ke dalam Suno AI, serta mengajak mereka untuk berdiskusi bersama. Konsep acara pada hari itu memang berpuisi, bernyanyi, dan berdiskusi.
Kegiatan yang berlangsung di ruangan terbuka di tengah kebun kopi itu pun berlangsung penuh haru dan linangan air mata saat satu persatu orangtua murid tampil membacakan puisi, didampingi putra-putrinya. Puisi-puisi itu memang berisikan curahan hati para orang tua yang mendapatkan anugerah anak-anak dengan keterbatasan. Momen ini pun terasa begitu menguras emosi dan air mata.
Ibunda Halil, seorang penyandang down syndrome, dan ibunda Arva, seorang anak penyandang autism mengaku senang bisa mencurahkan isi hatinya melalui bait-bait puisi yang telah ditulis dan dibacakannya. Apalagi puisi-puisi itu kemudian dikemas dalam bentuk musikalisasi puisi pula.
“Hati saya terasa lapang setelah bisa menulis dan membacakan uneg-uneg saya lewat puisi. Sungguh, semua ini bukan hal yang mudah,” ujar Ibunda Arva.
Bagian dari healing.
Kepala Sekolah SLB Mutiara Bangsa Nina Dewi Nurchipayana menyampaikan kegembiraannya atas berlangsungnya pembacaan puisi bersama di sekolahnya tersebut. “Kalau biasanya kami ada kegiatan parenting, maka kali ini adalah sesuatu yang berbeda. Namun saya rasa ini sangat positif dengan memberikan ruang pada orang tua dan wali murid ini berekpresi dan mencurahkan isi hatinya lewat puisi,” ujar Nina.
Sementara Ketua TBM Warung Pasinaon Tirta Nursari yang juga Ketua Satupena Kabupaten Semarang menyampaikan, puisi adalah satu karya sastra yang berdasarkan literatur telah banyak digunakan sebagai terapi jiwa, bahkan sejak tahun 400 SM.
“Hidup yang kita jalani ini mungkin memang tak ringan. Dan mari kita ringankan, dengan menulis dan membaca puisi. Jadikan puisi ini sebagai bagian dari healing. Semoga ini membahagiakan,” ujarnya.
Budi Utomo dari Satupena Jawa Tengah mengaku terharu dengan pembacaan puisi dari para orang tua dan anak disabilitas ini.
“Mata mereka mungkin tak melihat. Mungkin mereka juga tak paham apa yang dibacakan oleh ibunya. Tetapi hati mereka putih. Mereka bisa merasakan hingga menangis. Dan saya pun menangis,” ujarnya.
Tak hanya para orang tua dan siswa SLB yang membacakan puisi. Tetapi Budi Utomo, Nur Uhbiyati, Shafia, dan Yusri Yusuf dari Satupena Jawa Tengah, juga Nina Dewi Nurchipayana turut membacakan puisi. (Subagyo/ss)