Kasus Demam Tinggi DPRD Minta Dinkes Bergerak Cepat

Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Umi Sirotud Diniyah. foto : dok
Semarangsekarang.com (Semarang),- Dalam kurun waktu semester pertama 2024, kasus Demam Berdarah di Kota Semarang mencapai 231 kasus, tiga diantaranya berakhir dengan kematian. Menanggapi fenomena, ini jajaran Komisi D DPRD Kota Semarang minta Dinas Kesehatan bergerak cepat, turun langsung melakukan penanganan kasus demam berdarah agar tidak melonjak.
Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Umi Sirotud Diniyah berharap mulai dari Puskesmas, harus aktif melakukan berbagai langkah antisipasi dan menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat dalam upaya untuk mencegah Demam Berdarah Dengue. Diharapkan, pencegahan penyakit yang disebabkan oleh virus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti ke tubuh manusia ini dilakukan secara preventif dan segera mungkin.
“Salah satu cara mencegah DBD yang dapat kita lakukan secara bersama di lingkungan sekitar kita dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Langkah ini biasa disebut dengan 3M Plus, yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat-tempat penampungan air dan mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus DBD pada manusia,”ujarnya, Senin (29/7/2024).
Selain dengan 3 M, kata Umi Sirotud Diniyah yang dimaksud pada poin Plus, antara lain yaitu dengan menanam tanaman yang dapat menangkal nyamuk, memeriksa tempat-tempat yang digunakan untuk penampungan air, dan memelihara ikan pemakan jentik nyamuk. Serta dapat juga menggunakan obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi yang ada di rumah,” imbuhnya.
Selanjutnya, terang Politisi PAN ini dewan mengimbau masyarakat agar bisa menjaga kebersihan lingkungan sekitar dengan cara melakukan gotong royong untuk membersihkan lingkungan secara bersama -sama.
“Lalu, tak kalah pentingnya untuk meletakkan pakaian yang telah digunakan ke dalam wadah yang tertutup. Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah untuk dikuras, dan memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, yang dimumgkinkan bisa menjadi sarang nyamuk,”katanya.
Pihaknya mendorong Program Wolbachia sebagai salah satu strategi inovatif untuk mengendalikan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti demam berdarah dengue (DBD). Wolbachia adalah bakteri yang dapat menginfeksi serangga dan memiliki kemampuan untuk mengurangi kemampuan nyamuk Aedes aegypti dalam menularkan virus dengue.
“Dan apabila terdapat masyarakat yang mengalami sakit dengan tanda/ gejala demam berdarah segera bawa ke fasilitas kesehatan, baik puskesmas maupun rumah sakit untuk penanganan secara cepat,” pintanya.
Tingginya jumlah kasus demam berdarah ini patut menjadi keprihatinan semua pihak. “Untuk itu saya meminta harus menjadi kewaspadaan semuanya baik Dinas Kesehatan dan masyarakat umumnya, agar memiliki kesadaran bersama untuk bisa terhindar dari demam berdarah dengue,”pungkasnya.
Angka bebas jentik
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang M. Abdul Hakam mengatakan, hingga semester pertama kasus Demam Berdarah paling banyak ada di kecamatan Tembalang, Pedurungan, Banyumanik, kemudian Semarang Barat, Genuk dan Ngaliyan. Prinsipnya adalah daerah-daerah yang tingkat penduduknya tinggi, ABJ atau angka bebas jentik nyamuk yang turun dari angka normal, 90 persen. Sementara tiga kasus kematian akibat demam berdarah, menurut Hakam berasal dari kelurahan Sendangmulyo, Sambiroto dan Tlogosari Kulon.
Meski demikian, kata Hakam, kasus demam berdarah mengalami penurunan signifikan setiap tahunnya. Tercatat, kasus demam berdarah tahun 2022 mencapai 865 kasus dengan angka kematian sebanyak 33 orang. Pada 2023, angka DBD turun signifikan menjadi 404 kasus. Sementara kasus kematian akibat DBD juga mengalami penurunan menjadi 16 orang. Untuk tahun 2024 ini, hingga semester pertama DBD mencapai 231 kasus dengan angka kematian tiga orang.
“Angka ini kalau demam berdarahnya turun dibanding tahun sebelumnya, namun demam dengue ini kasusnya naik. Alasannya, karena skrining masif yang dilakukan pada masyarakat cukup tinggi,” ungkap Hakam.
Seperti contohnya, daerah-daerah banjir atau dengan riwayat rob, secara masif Dinas Kesehatan melalui puskesmas melakukan skrining hingga tiga pekan.
“Kami langsung lakukan pemeriksaan NS1, yakni tes untuk mendeteksi keberadaan protein non struktural 1 (NS1). Pemeriksaan itu di hari pertama sudah bisa kelihatan, sehingga tidak perlu menunggu hingga hari ketiga bahkan kelima,” paparnya. (subagyo/sd)