PKS Tolak Zakat Digunakan Untuk Mendanai Makan Bergizi Gratis,

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid (foto : ist)
Semarangsekarang.com (Jakarta),- Anggota Komisi VIII FPKS Hidayat Nur Wahid, menolak wacana penggunaan dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis (MBG). Meski begitu, HNW sesungguhnya mendukung kesuksesan program MBG, apalagi anggaran Rp 71 Triliun pada APBN Tahun 2025 telah mendapat persetujuan. Sehingga, mestinya fokus pada pengawalan penggunaan Rp 71 T dari APBN agar tidak bocor, dan bisa turut mensukseskan program strategis pemerintah tersebut
“Kita dukung suksesnya program MBG, melalui optimalisasi anggaran APBN. Tapi bukan melalui Zakat, karena Zakat juga bukan sumber pemasukan bagi APBN. Zakat dan APBN mempunyai aturan dan peruntukan yang berbeda. Zakat perlu dimaksimalkan untuk para fakir dan miskin sebagai komplementer program MBG,” disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (17/1).
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, ini menyebutkan, penggunaan dana zakat sudah ada peruntukannya kepada 8 kelompok penerima manfaat, dan tidak bisa digabungkan dengan anggaran pemerintah yang antara lain berbasiskan pajak. Sehingga, sewajarnya usul kontroversial itu ditolak tegas atau diminta untuk dipertimbangkan kembali terkait penggunaan dana zakat untuk MBG, seperti oleh Majelis Ulama Indonesia, PBNU, Muhammadiyah, hingga internal pemerintah sendiri seperti Menko Pemberdayaan Masyarakat dan Kepala Kantor Staff Presiden.
Bahkan, karena kemungkinan adanya kekurangan anggaran, sejumlah Menteri sudah mengindikasikan bahwa akan diajukan penambahan anggaran tahun 2025 untuk program Makan Bergizi Gratis, tapi bukan melalui zakat. Hal itu terbuka disampaikan di antaranya oleh Menko Pangan dan Kepala Badan Gizi Nasional.
“Menko Pangan misalnya, menyebut anggarannya akan diusulkan naik dari Rp 71 Triliun ke Rp 140 Triliun untuk mengoptimalkan implementasi MBG sepanjang tahun 2025. Artinya, dana filantropis publik seperti zakat, infak, sedekah, bahkan wakaf, biarkan sesuai peruntukannya dan tidak dicampur-campur dengan program Pemerintah sebagaimana sudah berjalan selama ini,” sambungnya.
Menurut Hidayat, outlook pengumpulan dana ZIS DSKL tahun 2024 bisa melebihi target yang telah ditetapkan yakni Rp 41 Triliun, di mana yang berhasil dikumpulkan oleh Baznas pusat Rp 1 Triliun. Adapun tahun 2025 secara nasional nilainya ditargetkan Rp 49,9 Triliun.
Meski terkesan besar, dana tersebut sudah ada peruntukannya menjangkau lebih dari 50 juta warga, dan masih belum cukup untuk memenuhi hak para fakir dan miskin. Dan penyaluran dana Zakat ke depan diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi sehingga bisa membantu menghapuskan kemiskinan dengan mengubah dari mustahik (penerima manfaat) menjadi munfiq (pembayar infaq), mutashoddiq (bisa bersedekah) hingga menjadi muzakki (pembayar zakat).
“Memang sudah disusun skema dukungan lembaga zakat terhadap program Makan Bergizi Gratis, namun kaitannya adalah menghubungkan antara pemberdayaan usaha Mustahik untuk penyediaan bahan pangan MBG. Bukan dalam konteks dana zakatnya yang digunakan sebagai anggaran program yang sudah didanai secara jauh lebih besar oleh APBN seperti MBG itu,” lanjutnya.
Anggota DPR-RI Dapil DKI Jakarta II, ini menemukan, dalam berbagai kunjungan dapil, reses, dan serap aspirasi, bahwa dana ZIS yang terkumpul belum bisa memenuhi kebutuhan warga mustahik, mulai dari fakir, miskin, yatim, janda, hingga yang terkena kesulitan ekonomi sehingga menimbulkan tunggakan sekolah dan kesulitan biaya untuk pendidikan tinggi, terjerat pinjol dengan segala permasalahannya.
Oleh karena itu HNW mendukung peran program MBG yang berfungsi memastikan kecukupan gizi, sehingg membantu para penerima program yang fakir dan miskin, tapi peran dana ZIS agar tetap difocuskan sesuai peruntukan sebenarnya diantaranya untuk kebutuhan hidup lain dari para pihak yang berhak menerima zakat. Sehingga, pendekatan bantuan sosial khususnya bagi fakir miskin bisa komprehensif dan saling menguatkan.
“Semua pihak mestinya membantu menyukseskan program MBG, berbagi peran dengan program dan sumber dana lainnya sebagai bagian integral pemenuhan hak hidup layak sesuai amanat UU dan Konstitusi. Jangan malah menambah kegaduhan atau polemik yang membuat ruwet, kontroversi, sehingga menimbulkan kesan negatif di masyarakat, dan tidak menjadi solusi bantu warga fakir dan miskin,” pungkasnya. (mbo/ss)