Menyelami Sejarah Pers di Rumah Pohan Semarang


Nia Samsihono :  Ketua Umum Satupena DKI Jakarta

Semarangsekarang.com,- Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, pameran koran langka muncul sebagai oase yang mengajak pengunjung untuk kembali ke masa lalu. Dalam pameran ini, lembaran-lembaran koran yang usianya ratusan tahun dipajang dengan penuh kebanggaan, seolah-olah mereka adalah jendela ke dunia yang pernah ada. Koran langka ini bukan sekadar tumpukan kertas tua yang memudar warnanya. Setiap edisi menyimpan kisah yang tak ternilai harganya—berita besar yang menggemparkan dunia, peristiwa bersejarah yang mengubah arah bangsa, hingga iklan-iklan yang kini tampak kocak namun dulu menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari.

Pameran koran langka ini dilaksanakan di Rumah Pohan, di Jalan Kepodang 64, Purwodinatan Barat II, Kota Lama Semarang. Rumah Pohan ini adalah milik Dra. Sylvie Probowati yang lantai bawahnya digunakan untuk kafe Teko Deco dan lantai dua digunakan untuk pameran dan ruang diskusi. Suami Sylvie, Poo Han, memiliki koleksi langka tentang koran dan buku. Dia seorang kolektor yang menyimpan benda-benda antik. Sylvie dan Han tinggal di Sidorejo, Jalan M.T. Haryono, Semarang. Posisi bangunan Rumah Pohan menarik karena berada di Kawasan Kota Lama Semarang. Setelah melihat pameran dan menghadiri diskusi dapat jalan-jalan dan berfoto atau pergi kuliner di sekitar Kota Lama. 

Rumah Pohan ini pada waktu dulu berfungsi  sebagai kantor redaksi Harian Kuang Po pemimpinnya Tjoa Tjie Liang. Koran ini dalam perjalanannya berganti nama menjadi Sinar Indonesia dan pada tahun 1965 berubah nama menjadi koran Angkatan Bersendjata edisi Djawa Tengah. Kantor redaksi pindah ke Taman Srigunting 8 dan beberapa waktu pindah lagi ke Jalan Kepodang Gang Buntu 57. 

Tema pameran sangat menarik, yaitu “Pers dalam Lorong Waktu dan Penyelamat Arsip”. Kegiatan pameran dilaksanakan dari tanggal 8 –22 Agustus 2024. Pengunjung dapat melihat langsung koran yang memberitakan kemerdekaan Indonesia, peluncuran pesawat pertama, hingga pengumuman resmi penemuan-penemuan ilmiah besar. Ketua pelaksana pameran, Johanes Christiono menyebutkan bahwa pameran ini dilaksanakan agar generasi muda melihat bagaimana perkembangan persuratkabaran di Indonesia. 

Menurut Christiono yang juga pengurus Satupena Jawa Tengah ini, sejarah yang dilalui bangsa Indonesia tidak terlepas dari peranan media massa. Koran-koran yang dipamerkan mulai tahun 1818 sampai koran yang terbit pada zaman proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dikumandangkan. Pameran ini juga menampilkan berbagai edisi koran dari berbagai bahasa, seperti Belanda, Melayu, dan Melayu Tionghoa. Dapat disaksikan koran De Locomotief, Selompret Melajoe, dan koran-koran terbitan Semarang, Solo, Surabaya, Pasuruan, dan Batavia. Christiono juga menambahkan bahwa pameran itu sengaja digelar pada bulan Agustus bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada saat kemerdekaan tidak banyak Perusahaan pers atau koran memberitakan adanya proklamasi kemerdekaan yang menyatakan negara Indonesia sudah tidak dijajah Jepang lagi.  Menurut Cristiono, hanya empat koran yang memberitakan kemerdekaan, yaitu Sinar Baru, Kung Po, Cahaya, dan Bojonegoro Syu. Saat dijajah Belanda, media koran dibatasi demikian pula saat penjajahan Jepang. Media koran lama itu memperlihatkan bagaimana cara pandang dunia terhadap peristiwa yang sama dapat berbeda tergantung dari latar belakang budaya dan politik. Selain memamerkan koran-koran langka, pameran ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana proses pembuatan koran di masa lalu. Pengunjung dapat melihat mesin ketik yang sekarang sudah langka, alat-alat penulis manual, dan kamera kuno sehingga pengunjung memahami betapa rumitnya proses produksi sebuah koran pada masanya.

Hari-hari yang mengiringi pameran diisi dengan berbagai acara yang diisi oleh Satupena DKI Jakarta dan Satupena Jawa Tengah bekerja sama dengan Rumah Pohan, Dinas Arsip Kota Semarang, dan Laboratorium Cito, yang antara lain melaksanakan Diskusi dan Peluncuran Buku Mereka yang Berjuang untuk Semarang, Workshop penulisan Kata dan Nada dengan bantuan AI. Selain itu juga dilaksanakan Pelatihan Block Coding untuk Anak Sekolah Dasar, Pelatihan Konten Kreator Jurnalistik Masa Kini, Diskusi Perjalanan Suara Merdeka Melintasi Zaman, dan Diskusi Peran Suara Merdeka dalam Pelestarian Cagar Budaya. Pameran ini bukan hanya bagi para pencinta sejarah atau kolektor, tetapi juga untuk generasi muda yang ingin memahami perjalanan panjang dunia pers. 

Dengan menyelami lembar demi lembar koran ini, mereka diajak untuk mengerti betapa berharganya informasi yang akurat dan bagaimana berita-berita tersebut membentuk dunia yang kita kenal hari ini. Pada akhirnya, pameran koran langka ini adalah perayaan terhadap jurnalisme masa lalu dan pengingat akan pentingnya menjaga warisan budaya yang terkandung di dalamnya. Ini adalah kesempatan langka untuk menyentuh sejarah, merasakan napas masa lalu, dan membawa pulang pemahaman yang lebih dalam tentang perjalanan peradaban kita.

Berita Terkait

Top