Puncak Kemarau, Yoyok Ajak Warga Jaga Kesehatan


Anggota DPR RI, AS Sukawijaya. (foto : ist)

Semarangsekarang.com (Semarang),- Beberapa hari terakhir, warga Kota Semarang dan sekitar, merasakan cuaca lebih dingin, terutama saat malam dan pagi hari. Hal ini karena Indonesia saat ini sedang berada pada musim kemarau dan adanya fenomena “bediding”. 

Fenomena bediding banyak digunakan masyarakat di Jawa Tengah, untuk mengistilahkan situasi yang ditandai dengan suhu udara yang turun drastis pada malam hingga dini hari. Fenomena ini merupakan hal yang alamiah terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau.

Anggota DPR RI, AS Sukawijaya, yang akrab disapa Yoyok Sukawi mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman persoalan kesehatan saat musim kemarau. Selain ancaman kebakaran, cuaca yang ekstrem ini berpotensi menimbulkan risiko penyakit, di antaranya infeksi saluran pernapasan atas dan turunnya daya tahan tubuh.

Demi menjaga kesehatan selama puncak musim kemarau, Yoyok Sukawi menyarankan masyarakat untuk meningkatkan konsumsi makanan bergizi, memperbanyak minum air putih, dan mengonsumsi vitamin. 

“Konsumsi makanan yang kaya akan vitamin dan mineral sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pastikan tubuh kita terhidrasi dengan baik dan jangan lupa untuk mengonsumsi suplemen yang dibutuhkan,” tegasnya.

Yoyok Sukawi juga mengingatkan pentingnya menjaga pola hidup sehat dengan berolahraga secara teratur dan cukup istirahat. Olahraga secara rutin, menurutnya bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan menghindari terjadinya penyakit akibat cuaca. “Dengan menjaga kesehatan fisik dan mental, kita dapat meminimalkan risiko terkena penyakit selama musim kemarau ini,” kata CEO PSIS ini.

Tutupan awan minim

Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Yoga Sambodo mengatakan, pada musim kemarau, tutupan awan sangat minim sehingga mengakibatkan matahari terasa lebih terik diiringi dengan peningkatan suhu udara saat siang hari. 

“Hal tersebut karena tidak ada objek di langit yang menghalau sinar matahari, sehingga penyinaran matahari yang notabene merupakan gelombang pendek menjadi maksimum pada siang hari,” ucap Yoga. 

Sama halnya dengan siang hari, radiasi yang dipancarkan balik oleh permukaan bumi pada malam hari juga optimum karena langit bebas dari tutupan awan. 

“Pancaran radiasi gelombang panjang dari bumi ini diiringi dengan penurunan suhu yang signifikan pada malam hari, dan mencapai puncaknya pada saat sebelum matahari terbit,” imbuhnya. 

Hal itulah yang mengakibatkan udara di dekat permukaan bumi terasa lebih dingin, terutama pada malam hingga pagi hari. “Sebagian besar wilayah di Jawa Tengah telah mulai memasuki musim kemarau sejak Maret 2024 lalu,” ucap dia. (subagyo/ss)

Berita Terkait

Top