Kita Hidup di Zaman Tak Masuk Logika

dr. H. Azhar Arief Sulistyo saat menyampaikan khotbah pada Salat Idul Adha di Lapangan Bakti, Gemuh, Kendal, Jumat, (6/6/2025). (foto : ist)
Semarangsekarang.com (Kendal),- Kita hidup di zaman yang kadang sesuatu tak masuk logika. Zaman di mana orang bisa menyebut nama Allah setiap hari, tapi lupa mendekat kepada-Nya. Zaman di mana orang punya Al-Quran di genggaman, tapi tak sempat membacanya. Zaman di mana azan terdengar di mana-mana, tapi salat sering ditunda, atau bahkan ditinggalkan.
Hal itu dikemukakan oleh Ustaz dr. H. Azhar Arief Sulistyo dalam khutbah di depan jamaah Salat Idul Adha di Lapangan Bakti, Gemuh, Kendal, Jumat (6/6/2025). Bertindak sebagai imam Ustaz Muhammad Abdullah Azzam.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal itu, Azhar mengingatkan bahwa saat ini adalah tahun 2025. Tahun ketika dunia makin canggih. Mobil tanpa sopir. Zaman serba AI. Tapi manusia makin kehilangan arah. Zaman ketika teknologi kita melesat, tetapi hati kita beku dan mati rasa.
Menurut Azhar, kita bisa bangun jam tiga pagi untuk berburu diskon di tokped dan shopee. Tetapi berat sekali bangun untuk tahajud demi meraih cinta ilahi. Kita bisa duduk berjam-jam menonton series drama penuh intrik dan dosa. Tapi tak kuat sepuluh menit menyimak khutbah atau tilawah membaca Al Quran yang menenteramkan jiwa.
“Kita sibuk mempercantik status whatsapp dan feed Instagram. Tapi lupa memperindah lembaran amal yang akan jadi saksi di akhirat kelak. Kita risau saat sinyal internet hilang. Namun, tenang-tenang saja saat hubungan dengan Allah terputus,” ujar Direktur Utama PT Baitus Syifa itu.
Azhar mengajak para jamaah untuk melihat sekeliling kita. Bagaimana ada yang bekerja keras siang malam demi mobil, rumah, status sosial. Tapi lalai menabung amal untuk rumah di surga yang kekal. Ada yang menangis karena kehilangan ponsel. Tapi tak pernah menangis karena kehilangan iman. Kita bisa mengeluarkan jutaan rupiah demi gadget terbaru, tapi menahan uang untuk sedekah dan kurban karena dianggap “sayang”. Subhanallah.
Azhar pun mempertanyakan, beginikah kita memperlakukan Allah? Tuhan yang menciptakan kita. Yang memberi kita napas, keluarga, rezeki, dan seluruh kehidupan.Tapi kita justru menomorduakan-Nya.Kita jadikan Allah pilihan cadangan, bukan pusat dalam berkehidupan.
“Dan ironisnya, ketika musibah datang, kita baru mencari sajadah. Ketika gagal, kita baru mengingat nama-Nya. Ketika ditimpa kehilangan, barulah kita merintih dan memohon kepada-Nya,” katanya.
Pesan agung dari Idul Adha, demikian Azhar, bukan soal banyaknya yang diberikan, tapi kualitas hati dan niat saat mempersembahkan. Kurban bukan hanya soal hewan yang kita sembelih. Tapi juga sifat hewani atau hawa nafsu, ego, rasa sombong, sifat malas, dan cinta dunia yang menghalangi seseorang dari taat.Jangan sampai Idul Adha datang dan pergi dari tahun ke tahun, tapi tidak juga membuat kita menjadi hamba yang lebih baik.
“Jangan sampai gema takbir hanya jadi lantunan lisan, tapi hati tetap jauh dari Allah. Jangan sampai kita hanya menganggap hari raya ini sebagai pesta makan daging kambing dan sapi, tanpa ada pengorbanan yang sesungguhnya dari diri kita untuk agama ini. Apakah kita sudah mempersembahkan harta terbaik kita di jalan Allah? Waktu terbaik kita untuk salat dan baca Al-Quran? Perilaku dan ahlak yang terbaik kita kepada orangtua yang membesarkan kita, pasangan, anak, kerabat, tetangga, dan sesama kita?,” ujarnya dengan nada bertanya.
Salat Idul Adha yang berlangsung khidmad dan khusyuk itu diikuti oleh seluruh pengurus dan anggota Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan Pimpinan Cabang Aisiyah Kecamatan Gemuh. Hadir juga unsur Muspika Kecamatan Gemuh, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. (subagyo/ss)