Perginya Wartawan yang Sastrawan Soeparno S. Adhy
Soeparno S. Adhy, sastrawan yang juga wartawan (foto : ist)
Kehilangan Besar Bagi Dunia Sastra dan Jurnalistik
Semarangsekarang.com (Semarang),- Wafatnya Kepergian atau meninggalnya sastrawan dan wartawan Soeparno S. Adhy (75), adalah kehilangan besar bagi dunia sastra dan jurnalistik Indonesia. Soeparno dikenal sebagai penyair dan salah seorang pendiri komunitas sastra Persada Studi Klub Yogyakarta pada 5 Maret 1968 bersama Umbu Landu Paranggi, Iman Budhi Santosa, Suwarna Pragolapati, Mugiyono Gito Warsono, dan M. Ipan Sugiyanto Sugito.
Soeparno juga dikenal sebagai wartawan Kedaulatan Rakyat, memiliki kartu Persatuan Wartawan Indonesia dengan nomor anggota 13.00.1977.81.
Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Provinsi Jawa Tengah Gunoto Saparie mengatakan, Soeparno masih aktif menulis dan memburu berita sampai akhir hayatnya pada Jumat (23/8/2024), pukul 18.30 wib di Rumah Sakit Wirosaban, Yogyakarta.
Selain menerbitkan beberapa buku kumpulan puisi, ia juga menulis sejumlah buku biografi. Bukunya yang berjudul Mengkritisi 6 Presiden RI sangat menarik dan banyak dipuji oleh kalangan penulis ketika ia tunjukkan saat peluncuran buku Kita Lansia di DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 22 Mei 2024.
Menurut Gunoto, Soeparno adalah seorang aktivis Muhammadiyah yang menganggap seni merupakan ladang dakwah. Soeparno pernah menjadi pengurus Majelis Perpustakaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta dan berpendapat bahwa secara organisatoris, Muhammadiyah memberikan perhatian kepada seni, meskipun harus diakui ada sebagian anggotanya alergi terhadap kesenian.
“Soeparno dikenal sebagai penyair religius. Buku kumpulan puisinya Puisi-Puisi Tanah Suci menunjukkan kemampuannya mengekspresikan bobot religiusitas ke dalam karya-karyanya. Pengalaman spiritual-keagamaan ketika melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci dituangkan Soeparno ke dalam puisi-puisinya yang intens dan penuh penghayatan,” kata Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah ini.
Gunoto mengaku mengenal Soeparno sejak tahun 1975 ketika ia aktif menulis di Masa Kini Yogyakarta. Saat itu Soeparno menjadi redakturnya bersama Emha Ainun Nadjib. Perkenalan itu berlanjut menjadi persahabatan, apalagi Gunoto dan Soeparno kemudian sering bertemu dalam beberapa even Rakernas dan Munas Ikatan Penulis Keluarga Berencana di Jakarta, Bandung, dan Pontianak. Kebetulan Gunoto menjadi pengurus IPKB Jawa Tengah dan Soeparno pengurus IPKB DIY.
“Bahkan saat Rakernas IPKB di Pontianak kami sekamar. Meskipun pernah berbeda pandangan saat munas di Jakarta dengan agenda pemilihan Ketua IPKB Pusat kami tetap berteman akrab. Kami sering berbicara dan berdebat soal sastra dan agama. Saya melihat pemikiran dan pandangannya tentang agama cukup moderat,” ujarnya seraya menambahkan bahwa pertemuan terakhirnya dengan Soeparno adalah saat peluncuran dan diskusi buku Kita Lansia bulan Mei 2024 di Yogyakarta itu.
“Ketika itu Mas Parno ternyata ketika pulang berani naik motor. Ia memang masih tampak sehat meskipun jalannya agak tertatih,” katanya. (subagyo/ss)