MPR : Jika Benar BPIP Larang Paskibraka Berjilbab
Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, LC., MA. (foto : ist)
Semarangsekarang.com (Jakarta),- Wakil Ketua MPR RI M Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, LC., MA mempertanyakan akurasi isu ‘pelarangan’ berjilbab bagi 18 Pasukan Pengibar Bendera Pusaka 2024 di Ibukota Nusantara. Isu tersebut disampaikan mantan pembina Paskibraka, juga oleh Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia. Jika larangan dari BPIP tersebut benar, menurut Hidayat, Presiden Joko Widodo harusnya segera mengkoreksi dan mencabut larangan itu. Dan kembali mengizinkan sebagaimana sudah berlaku selama 9 tahun masa pemerintahan Jokowi, dalam setiap peringatan HUT Kemerdekaan RI selalu mengizinkan Paskibraka Perempuan untuk mengamalkan ajaran Agamanya yaitu mempergunakan jilbab.
“Informasinya, pelarangan berjilbab terhadap 18 Paskibraka itu dilakukan atas ‘arahan’ Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Isu ini harus diusut tuntas baik oleh pemerintah, maupun pihak berkewenangan lainnya. Dan bila itu benar, Presiden Jokowi perlu segera mengkoreksi, melakukan tindakan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
HNW sapaan akrab Hidayat menilai, peristiwa ini dapat mencederai legacy Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya baik yang terkait dengan pengamalan semboyan bhinneka tunggal ika dan HAM, toleransi, maupun pengamalan Pancasila khususnya sila pertama. Apalagi persoalan itu akan menjadi masalah di mata umat Islam, agama yang dipeluk oleh mayoritas mutlak penduduk di Indonesia. “Bukankah Presiden Jokowi sedang berupaya menunjukkan legacy pemerintahannya dengan pembangunan IKN dengan simbol burung Garuda Pancasila sebagai rumah toleransi dan demokrasi bagi semua bangsa Indonesia. Kasus ini bisa menjadi bola salju yang besar apabila larangan berjilbab ini tidak segera dikoreksi dan oknum yang terlibat melakukan pelarangan tidak segera ditindak,” ujarnya.
HNW mendesak agar BPIP segera mengklarifikasi isu tersebut. Apalagi sesuai informasi, pembinaan paskibraka oleh BPIP dan sebelumnya oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terdapat perbedaan. Perbedaan yang signifikan, itu adalah pada tahun-tahun sebelumnya, dan pada saat seleksi dan pelatihan masih ada 18 anggota Paskibraka perempuan berjilbab, tapi saat pengukuhan Paskibraka tingkat pusat tidak ada lagi anggota paskibraka perempuan yang mengenakan jilbab.
Klarifikasi dari BPIP, kata HNW sangat diperlukan karena pernyataan para petinggi BPIP sebelumnya juga membikin gaduh dan kontroversial karena tidak sesuai dengan Pancasila, seperti “agama adalah musuh terbesar Pancasila”, “Fatwa MUI terkait salam beda agama sebagai membahayakan Pancasila”, dan lain sebagainya.
“Dan sekarang, bila berita itu memang benar, BPIP malah sudah berani ‘melarang’ Paskibraka perempuan mengenakan jilbab,” tukasnya.
Hidayat berharap, tidak ada pihak yang mempertentangkan dan mengadudomba antara Pancasila dan Agama (termasuk agama Islam yang dianut mayoritas bangsa Indonesia). “Adanya isu pelarangan jilbab jelas salah satu bentuk adudomba. Padahal mengenakan jilbab merupakan salah satu bentuk pengamalan Pancasila, terutama sila pertama, selain bentuk pelaksanaan HAM yang diakui oleh UUDNRI 1945 pasal 28 dan pasal 29, juga bukti dipraktekkannya semboyah Bhinneka Tunggal Ika.
“Maka seharusnyalah bila BPIP segera kembali melaksanakan pilar-pilar yang diakui di NKRI dengan segera berhenti membuat kegaduhan, dan segera mencabut larangan berjilbab pagi anggota Paskibraka perempuan. Sehingga mereka dapat merasakan dipraktekkannya Pancasila, UUDNRI 1945, HAM dan toleransi/semboyan bhinneka tunggal ika, secara baik dan benar,” pungkasnya. (mbo/ss)