IPM Jateng Tolak Rencana Pembagian Alat Kontrasepsi Kepada Pelajar
IPM Jawa Tengah merayakan milad ke 63 tahun 2024 (foto : ist)
Semarangsekarang.com (Semarang),- Ketua Umum Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jawa Tengah, Daei Aljani menyuarakan keprihatinannya terkait pengesahan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 yang menyediakan kontrasepsi bagi pelajar. Menurut Aljani, kebijakan ini berpotensi memicu perilaku menyimpang di kalangan remaja.
“Alih-alih menyediakan kontrasepsi yang bisa disalahartikan sebagai lampu hijau untuk perbuatan zina, pemerintah seharusnya fokus pada pendidikan kesehatan reproduksi yang berlandaskan nilai-nilai moral dan agama,” ujar Aljani, beberapa waktu lalu.
Aljani menekankan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang berakar pada prinsip agama dan moral, serta memberikan pemahaman yang mendalam tentang risiko dan tanggung jawab. Ia mengajak masyarakat aktif mengedukasi generasi muda agar menjauhi perilaku negatif seperti zina, minuman keras, dan narkoba. Aljani menganggap, pendekatan yang diadopsi dalam peraturan ini terlalu dipengaruhi oleh konsep Pendidikan Seks Komprehensif (CSE) Barat yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Karena itu Aljani berharap pemerintah dapat meninjau ulang peraturan ini dan mempertimbangkan implikasi jangka panjang terhadap moralitas generasi muda. “Kami tidak menolak perlunya edukasi kesehatan reproduksi, tetapi metode penyampaiannya harus sesuai dengan nilai-nilai yang kami junjung,” tegasnya.
Pernyataan serupa disampaikan Rizki Anugrah Robby, Ketua Bidang Advokasi IPM Jateng. Menurut Robby, Muhammadiyah akan berada di garda terdepan dalam mengawal moralitas generasi muda. Itu menunjukkan betapa pentingnya peran pelajar Muhammadiyah dalam mengatasi isu ini.
Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Tengah juga berkomitmen untuk menggalakkan gerakan menghindari zina, alkohol, dan narkoba. Komitmen ini merupakan bentuk tanggung jawab moral dan sosial mereka dalam menjaga diri dan lingkungan dari pengaruh negatif.
Peran organisasi pelajar menurut Robby sangat penting untuk memastikan kebijakan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan realitas yang dihadapi pelajar. Karena itu perlu dibuka ruang dialog untuk menciptakan kebijakan yang inklusif dan responsif terhadap aspirasi pelajar.
Robby menyarankan agar pemerintah menyelenggarakan forum rutin dengan organisasi pelajar untuk membahas isu-isu pendidikan. Karena forum seperti ini dapat menjadi wadah untuk memberikan masukan dan mencari solusi bersama atas berbagai permasalahan. Ia menegaskan, keterlibatan aktif dari semua elemen masyarakat, khususnya organisasi pelajar, akan memperkuat sistem pendidikan nasional.
“Kita harus bekerja sama untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dan sejalan dengan nilai-nilai bangsa,” tutupnya. (Wahid/ss)