Satupena Jateng Dukung Upaya BI Tingkatkan Literasi Sejarah
Suasana bedah buku “Rahasia Nusantara” karya Asisi Suhariyanto dengan pembahas Dhanang Respati Puguh dan moderator Ajeng Kamaratih. (foto : ist)
Semarangsekarang.com (Semarang),- Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Jawa Tengah mendukung dan mengapresiasi upaya Bank Indonesia Perwakilan Jawa Tengah meningkatkan literasi sejarah. Apalagi, pelajaran sejarah di sekolah-sekolah dikenal sangat kering, impersonal, penuh hafalan tahun-tahun, sehingga membosankan. Penulisan sejarah secara populer, menarik, dan mudah dipahami, seperti reportase sejarah oleh Asisi Suhariyanto, itu patut dipuji dan layak dikembangkan.
Hal itu dikemukakan oleh Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie kepada wartawan seusai mengikuti Bedah Buku “Rahasia Nusantara: Candi Misterius Wangsa Syailendra” karya Asisi Suhariyanto di Gedung Radjawali Semarang Cultural Center, Selasa (26/11/2024). Pembahas buku tersebut adalah Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Prof. Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum. Sedangkan sebagai moderator Ajeng Kamaratih.
Menurut Gunoto, inovasi pembelajaran sejarah di sekolah harus terus dilakukan. Selain melalui penulisan karya sastra dengan latar belakang sejarah, juga dengan penulisan reportase sejarah seperti yang dilakukan Asisi. Selain itu, pengajaran sejarah bisa memanfaatkan sarana audio-visual, misalnya film, sehingga menjadi bidang studi yang menyenangkan dan menarik bagi para siswa.
“Inovasi pembelajaran sejarah adalah pembaharuan dalam pembelajaran sejarah yang didorong oleh gagasan baru untuk meningkatkan hasil belajar. Selain kita bisa menggunakan video pembelajaran yang bersifat audio dan visual, kita dapat membuat proyek vlog sejarah. Atau menonton film bertema sejarah, mengajar dengan gaya storytelling, dan menampilkan permainan teka-teki sejarah,” ujarnya.
Kepala Kantor Perwakilan BI Jateng Rahmat Dwisaputra dalam sambutannya mengatakan, BI Jateng ingin meningkatkan literasi masyarakat dengan gemar membaca buku. Bedah buku karya Asisi Suhariyanto ini diharapkan dapat meningkatkan minat baca masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan budaya dan sejarah bangsa.
Menurut Rahmat, kegiatan bedah buku ini juga digelar dalam rangka menyambut Hari Sejarah Nasional yang jatuh pada 14 Desember. Belajar sejarah sangat penting bagi generasi masa kini. Karena suatu bangsa tidak akan besar kalau dia merupakan sejarahnya. Proklamator kita, Bung Karno, menyatakan “jasmerah”, yang artinya, jangan sekali-sekali melupakan sejarah.
Karena itu, Rahmat mengajak masyarakat ikut mempelajari sejarah untuk mengenali siapa sebenarnya bangsa Indonesia. Hal itu juga akan meningkatkan kepercayaan diri bangsa Indonesia untuk bergaul dengan bangsa lain di dunia. Tanpa kita memahami siapa diri kita, sulit untuk percaya diri.
Dalam buku tersebut, Asisi mempertanyakan, ke mana larinya 100 candi, yang dicatat Inggris eksis di Dieng, tetapi kini tersisa segelintir saja? Benarkah di balik gunung-gemunung Temanggung tersembunyi situs setua peradaban Romawi? Dari manakah candi-candi kita sebenarnya berasal? Wangsa Syailendra dan Kemaharajaan Medang terkenal karena mewariskan Candi Borobudur dan Prambanan. Tetapi, mereka ternyata meninggalkan banyak candi lain dengan misteri yang mengejutkan.
Dalam buku ini Asisi mengisahkan tentang Nusantara yang besar merdeka, sejarah candi dan kerajaan-kerajaan yang membangunnya melalui reportase perjalanannya. Kisah perjalanan Asisi disajikan dengan menarik, lengkap dengan dokumentasi, ilustrasi, dan infografis yang memikat, sejak dari Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah, lalu berlanjut ke situs setua peradaban Romawi di Temanggung hingga candi-candi eksotik di lereng Lawu.
Menurut Rahmat, dalam mengenalkan sejarah kepada generasi penerus, BI Jawa Tengah mengajak konten kreator Asisi Suhariyanto mempromosikan aplikasi Jejak Wisata Sejarah (Jasirah). Aplikasi Jasirah memberikan informasi terkait wisata sejarah hingga kuliner di wilayah Yogya, Solo dan Semarang (Joglosemar). Aplikasi Jasirah menjadi media untuk memerkenalkan wisata sejarah di Jateng.
Di aplikasi Jasirah, demikian Rahmat, tidak hanya menampilkan situs-situs sejarah, baik Mataram Hindu atau Mataram Islam, tetapi juga segala sesuatu yang terkait dengan pariwisata. Ada UMKM, hotel dan juga oleh-oleh bisa ikut ada di dalamnya.
Sementara itu Prof. Dhanang Respati Puguh menyatakan, pihaknya sebagai akademisi diminta menyediakan materi yang ada di dalam aplikasi Jasirah sesuai permintaan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jateng. Konten yang ada di dalam aplikasi Jasirah akan terus ditambah, terutama terkait era masa penjajahan Belanda dan juga era kemerdekaan.
“Khusus mengenai buku karya Asisi ini saya memuji kemampuannya melakukan reportase secara populer dalam perspektif sejarah. Namun buku ini bukan karya ilmiah, meskipun menampilkan banyak catatan kaki dan sumber pustaka dari jurnal-jurnal ilmiah,” katanya. (Subagyo/ss).