Perempuan Penyintas HIV Sering Jadi Korban Diskriminasi
Putri Sabila, penyiar Radio USM Jaya saat memandu Talkshow dengan pembicara Nurul Safa’atun. (foto : ist)
Semarangsekarang.com (Semarang),- Diskriminasi masih menjadi masalah besar dan terus ada dalam lingkungan masyarakat. Salah satu yang turut menjadi korban diskriminasi adalah perempuan dengan HIV (Human Imuunodeficiency Virus).
Hal itu diungkapkan Pengurus Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Jateng, Nurul Safa’atun dalam Talkshow Kudengar (Kuliah Keadilan dan Kesetaraan Gender), Rabu (21/8/2024). Satu pembicara lain yang turut menjadi narasumber adalah Vocal Point Kota Semarang IPPI Jateng, Lutfi Nurul Hidayah.
Acara itu mengetengahkan tema “Perempuan HIV dalam Lingkaran Kekerasan Berbasis Gender” kerja sama Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Semarang (Satgas PPKS USM).
Nurul mengungkapkan, perempuan yang telah divonis status HIV, seakan tidak memiliki daya tawar serta banyak mendapatkan diskriminasi di lingkungan masyarakat.
”Ketika ada perempuan HIV dan ketika ada seorang laki-laki yang mau dengan kamu itu sudah untung. Di sini kita tidak ada kesetaraannya, jadi kita hanya pasrah, mau diperlakukan seperti apa oleh pasangan, manut-manut saja,” katanya.
Kesetaraan gender
Kesetaraan gender terkait perempuan penyintas HIV, kata Nururk sangat erat. Karena di luar sana masih banyak perempuan penyintas HIV, yang hanya bisa menerima dan pasrah. Kondisi tersebut dapat membuat perempuan dengan HIV lebih rentan mendapat kekerasan berbasis gender. Karena itu perempuan khususnya dengan HIV berhak mendapatkan hak-haknya serta layak mendapatkan kesetaraan gender.
”Pada kuncinya adalah dengan pasangan sering-seringlah berkomunikasi walaupun statusnya kita mungkin HIV. Jadi kita bernegosiasi bahwa hak-hak kita itu harus juga dipenuhi, bukan hanya untuk diberikan kasih sayang,tapi suami harus memahami konteks bahwa urusan rumah itu tidak hanya urusan istri, melainkan berdua,” tambahnya.
Selain itu, perempuan dengan HIV dipandang memiliki image yang jelek oleh masyarakat, dimana ketika terdapat perempuan HIV maka anaknya pasti terkena HIV, yang sebetulnya hal tersebut tidak sepenuhnya benar.
”Orang yang terkena HIV tidak bisa sembuh tapi bisa sehat, asalkan jangan berhenti mengonsumsi obat Anti Retroviral (ARV). Jangan sampai putus pengobatan. Kalau sampai putus, akan naik jumlah virusnya,” ujar Nurul.
Nurul berharap, masyarakat tidak meninggalkan orang-orang dengan HIV, namun harus diperlakukan lebih baik dengan cara merangkul dan menguatkan mereka. (subagyo/ss)