Penghapusan PT : HNW, Ambang Batas Pencalonan Pilkada juga perlu Dihapu


Dr. H. M Hidayat Nur Wahid (foto : ist)

Semarangsekarang.com (Jakarta),- Wakil Ketua MPR RI dari FPKS Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Hidayat mendukung keputusan tersebut sekalipun dianggap telat. 

Keputusan tersebut menurut Hidayat,  selain sesuai dengan aspirasi dan harapan masyarakat luas, sejalan dengan Konstitusi juga membuka harapan akan hadirnya Pilpres yang lebih demokratis dengan majunya lebih banyak lagi capres dan cawapres yang berkualitas.   

“Setelah puluhan kali ditolak oleh MK,  permohonan penghapusan ambang batas pengajuan calon Presiden/Wapres itu akhirnya dikabulkan. Sekalipun telat, keputusan penting itu tetap diapresiasi, agar  ke depan tidak terulang lagi pembelahan di tingkat rakyat akibat  hanya ada kandidat capres/cawapres yang dibatasi  PT 20% sebagaimana Pilpres 2014 dan 2019. Semoga  makin banyak anak-anak bangsa yang berkualitas  bisa maju sebagai calon Presiden/wakil Presiden  sehingga Pilpres bisa lebih berkualitas, kedaulatan Rakyat lebih maksimal dilakukan karena ada pilihan yang lebih beragam dalam kontestasi pemilihan presiden,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (3/1/2025). 

Meski begitu, HNW  mengakui MK terkesan  masih khawatir adanya jumlah calon presiden yang terlalu banyak, sehingga memberikan amanat kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) dengan melakukan revisi UU Pemilu. 

“Ada beberapa pedoman yang  disampaikan MK, walau belum tentu dapat menjawab kekhawatiran bakal terlalu banyak capres yang akan ditawarkan ke Rakyat sebagai pemilih. Sekalipun dengan adanya ketentuan dibukanya koalisi dalam pencalonan, maka jumlah calon Presiden/Wakil Presiden tidak akan sangat banyak, pasti juga akan terukur. Sekalipun demikian, berapa pun jumlah Capres/cawapres yang diajukan itu lebih konstitusional dan demokratis ketimbang hanya 2 capres yang bisa dimajukan akibat adanya PT 20%,” ujarnya. 

HNW menambahkan agar MK yang menghapus PT dengan argumentasi konstitusi, rasio dan etika serta moralitas,  itu dapat menegakkan semua aturan Konstitusi.  Dan karenanya dapat meningkatkan kualitas demokrasi dan hasil Pemilu. Bukan hanya Pilpres saja, tetapi  MK benar-benar Konsisten menegakkan atau memberlakukan ketentuan-ketentuan Konstitusi dengan merevisi beberapa putusan MK lainnya. Salah satunya terkait dengan masih diberlakukannya ambang batas pencalonan kepala daerah. Karena dalam putusan  soal Pilkada, MK masih menetapkan adanya ambang batas pencalonan sekalipun sudah jauh di bawah 20 persen. 

“Kalau untuk Pilpres PT 20% dihapus apalagi untuk Pilkada, mestinya ketentuan ambang batasnya juga dihapus bukan hanya dikurangi,  sesuai ketentuan Konstitusi yang tidak mengenal pembatasan,  juga sesuai harapan Rakyat pemilik kedaulatan,” ujarnya. 

HNW menyebutkan putusan MK mengenai pemilu legislatif dan pemilihan presiden (pilpres) yang dilakukan secara serentak dan diberlakukan pada Pileg dan Pilpres tahun 2019,  juga perlu dipertimbangkan untuk dievaluasi dan dikoreksi oleh MK. Pasalnya, bila merujuk kepada Pasal 6A ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) dan ketentuan lain dalam konstitusi, tidak ada ketentuan yang eksplisit menyebutkan bahwa pemilu dilakukan secara serentak. 

“Seharusnya sesuai  Pasal 6A ayat (1) UUD NRI 1945,  Pilpres dan Pileg tidak dilakukan serentak, melainkan dipisahkan, sebagaimana Pemilu 2004 hingga 2014,  Itu perlu juga dikoreksi oleh MK agar putusannya yang lalu dan menciptakan permasalahan di masyarakat dapat diperbaiki. Sebagai bukti konsistensi MK menaati semua aturan konstitusi dengan adil dan benar. Dan  juga lebih sesuai dengan spirit putusan MK terakhir yang menghapus PT 20% sehingga  memberi ruang dan hak bagi setiap Partai peserta Pemilu untuk mengajukan calon Presiden maupun Wakil Presiden,” jelasnya.

Ke depan, HNW mengusulkan, agar poin-poin itu menjadi bahan pembahasan di DPR sebagaimana amanat dari MK untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering). 

“Agar perbaikan sistem pemilu tidak hanya parsial terkait presidential threshold, tetapi juga mencakup aspek-aspek lainnya seperti threshold untuk Pilkada bila masih akan dipilih langsung oleh Rakyat, serta pemisahan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pilpres. Maka DPR dalam masa sidang terdekatnya segera mengagendakan perubahan UU Pemilu dan UU Pilkada sesuai kewenangan yang diberikan oleh konstitusi. Serta sejalan dengan spirit putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Demi peningkatan kualitas Pemilu,” pungkasnya. (mbo/ss)

Berita Terkait

Top