Bedah Buku Jalan Pulang, Seni Mengelola Takdir, Prof Sudharto: Siapa yang Malas Akan Tergilas,
Prof Sudharto dan Rektor USM DR Supari ST MT dalam acara bedah buku Jalan Pulang Seni Mengelola Takdir karya Prof DR Komaruddin Hidayat MA PhD di Auditorium Widjatmoko USM. (foto : ist)
Semarangsekarang.com (Semarang),- Di hadapan peserta acara bedah buku, Ketua Pembina Yayasan Alumni Undip, Prof. Sudharto P. Hadi, MES., PhD mengatakan, dalam pandangannya, ada 3 pelajaran yang bisa diambil dalam buku ini. Perjalanan Mas Komar dari Muntilan ke Jakarta, adalah sebuah hijrah, yang bukan hanya hijrah lahiriah tetapi juga hijrah rohaniah. Kata kuncinya dalam salah satu pelajaran adalah siapa yang malas akan tergilas, siapa yang melangkah berjalan tegap pasti sampai tujuan”.
Ungkapan tersebut disampaikan Prof. Sudharto P. Hadi, MES.,PhD., saat menjadi Pembahas dalam Bedah Buku ”Jalan Pulang : Seni Mengelola Takdir” karya Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A.,Ph.D. Acara tersebut berlangsung di Auditorium Ir. Widjatmoko Universitas Semarang (USM), pada pada Jumat (26/7/2024).
Kegiatan itu dihadiri mantan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti), Prof. H. Muhammad Nasir, Ph.D., Ketua Pengurus Yayasan Alumni Undip, Prof Dr Ir Kesi Widjajanti SE MM, Rektor USM, Dr. Supari, S.T.,.M.T., Rektor Undip, Prof. Dr. Suharnomo, S.E.,M.Si., dosen UIN Walisongo Dr. KH. Muhammad In’amuzzahidin, M.Ag., pengurus DPD IKA Undip Daerah Khusus Jakarta, dan Presiden BEM USM, Asura Firay. Selain itu juga hadir jajaran Ikatan Ibu-Ibu USM, para Wakil Rektor USM, Sekretaris Universitas, para Dekan USM, Direktur Pascasarjana USM, para Kaprodi, dan sejumlah mahasiswa.
”Ketika membaca autobiografinya Mas Komar ini mengalir, lugas, dan jujur. Biasanya biografi ditulis orang lain yang isinya kompilasi pesan kesan pandangan dari kolega, atasan, bawahan ditulis dalam buku. Tapi ini ditulis oleh diri sendiri. Salah satu resiko menulis biografi diri sendiri itu melenceng. Tapi dengan tulisan yang lugas, jujur, itu, unsur melenceng itu jadi kecil,” kata Prof. Sudharto.
Buku berjudul Jalan Pulang : Seni Mengelola Takdir, berisi tentang perjalanan penulis dalam menghadapi tantangan dan mencapai kesuksesan dengan nekat pergi ke Jakarta pada 1974 tanpa permisi kepada orang tuanya. Sementara senior hingga tetangganya transmigran ke luar pulau sebab hopeless pada keadaan inflasi masa itu.
Hingga saat ini, Prof Komaruddin telah meraih beberapa pencapaian. Mulai dari Rektor Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Rektor UIN Jakarta, Ketua Panitia Pengawas Pemilu 2004, Guru Besar Filsafat Agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, hingga menerbitkan beberapa karya tulis buku.
Lebih lanjut, Prof. Sudharto mengatakan, pelajaran kedua yang dapat diambil dalam buku “Jalan Pulang : Seni Mengelola Takdir” adalah pengakuan bahwa keberhasilan penulis dari bekal yang diperoleh selama menjadi aktivis.
”Saya kira ini menjadi pelajaran yang baik untuk kita khususnya generasi muda, bahwa kalau sekarang namanya soft skill kepemimpinan, keberanian, sedia menghormati pendapat orang lain, toleransi, network, itu semua diperoleh ketika kita aktif di kemahasiswaan, tidak ada di bangku sekolah. Saya kira soft skill itu penting sekali,” ucapnya.
Hal tersebut mengingatkannya pada peristiwa 1978 dimana terdapat Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) yang ingin dikembalikan bahwa mahasiswa bagian dari civitas akademika yang merupakan mind of analysis. Hal ini berarti membatasi gerakan mahasiswa di kampus.
”Menurut saya hal itu akan menjadikan apa yang disebut dengan mengingkari fitrah perguruan tinggi di indonesia. Karena perguruan tinggi di indonesia adalah perguruan tinggi perjuangan. Saya kira tugas perguruan tinggi bukan hanya memenuhi kebutuhan pengguna yaitu lulusan dan iptek tapi juga menjadi pusat pemikiran,” ungkapnya.
Menurutnya, buku tersebut mewakili pribadi penulis yang out of the box dan tidak mengikuti pakem.
”Pelajaran ketiga yang dapat kita ambil dalam buku ini adalah jadi transformasi dari cara berpikir yang doktriner menjadi cara berpikir pluralis, yang egaliter menghargai pandangan orang karena pergaulan beliau dengan senior-seniornya. Buku ini menurut saya mewakili pribadi Mas Komar yang out of the box, tidak mengikuti pakem,” ungkap Prof. Sudharto. (subagyo/ss)