Kampanye yang Berwawasan Lingkungan


Mohammad Agung Ridlo, dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota UNISSULA. (foto: dok istimewa)

Semarangsekarang.com – Pemilu 2024 sudah dekat. Pemilu kali ini terdiri dari Pemilu Legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Secara bersamaan dilaksanakan pula Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk periode 2024-2029.

30 Mei 2022 lalu Presiden Joko Widodo dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari sepakat untuk mempersingkat durasi masa kampanye pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak pada 2024 ditetapkan dan difinalkan menjadi 75 Hari.

Masa kampanye diharapkan cukup agar masyarakat (konstituen) bisa mempertimbangkan gagasan, visi, dan program kandidat sebelum menentukan pilihan.

Para capres, cawapres (walaupun belum dipastikan), caleg DPR RI, DPD, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten dan Kota kini sudah mulai ramai menyosialisasikan dirinya ke masyarakat (konstituen). Sosialisasi merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan kampanye partai politik.

Saat ini sosialisasi dilakukan melalui alat peraga kampanye maupun melalui berbagai media sosial.

“Sosialisasi melalui alat peraga kampanye (APK) kini sudah mulai bertebaran. Sosialisasi melalui alat peraga kampanye (APK) berbentuk bilboard, baliho, videotron dan non baliho seperti spanduk, poster atau banner, umbul-umbul serta bendera terlihat menghiasi sejumlah titik di berbagai sudut kota, bukan hanya di jalan protokol namun juga di kawasan pemukiman.” kata Dr Ir Mohammad Agung Ridlo MT kepada Semarangsekarang.com di Semarang.

Menurut dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota UNISSULA tadi, Alat Peraga Kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya dari Peserta Pemilu, simbol atau tanda gambar peserta pemilu, yang dipasang untuk keperluan kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih peserta pemilu tertentu.

Selain itu sosialisasi juga dilakukan via media sosial. Media sosial saat ini memang tidak bisa dipisahkan dari aktivitas sehari-hari sebagian besar orang Indonesia. Berbagai media sosial yang dipakai antara lain seperti twitter, instagram, tiktok, facebook dan pinterest.

Menurut peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pasal 32 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 33 Tahun 2018 tanggal 20 September 2018 perihal Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang “Kampanye Pemilihan Umum” menjelaskan bahwa Alat Peraga Kampanye (APK) yang boleh digunakan antara lain: berbentuk bilboard, baliho, videotron dan non baliho seperti spanduk, poster atau banner, umbul-umbul serta bendera.

Mohammad Agung Ridlo yang juga Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah mengatakan “Bentuk pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye dan tidak taat aturan antara lain seperti: Pertama, pemasangan di kawasan jalur hijau ataupun pohon-pohon tepi jalan, baik di wilayah perkotaan maupun jalan antar-kecamatan. Kedua, pemasangan dilakukan secara serampangan dan sebagian alat peraga kampanye berada di area fasilitas publik. Ketiga, pemasangan alat peraga kampanye berada di dalam zona yang dilarang. Keempat, Pemasangan dengan menggunakan bahan yang tidak layak, tidak kuat sehingga rawan roboh (ambruk) dan dapat menyebabkan kecelakaan bagi warga.”

Beberapa tempat yang tidak diperkenankan dipasang alat peraga kampanye antara lain di tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman, dan pepohonan.

Ditempat-tempat strategis di berbagai kota sayang sekali pemasangan alat peraga kampanye tersebut tampak semrawut dan tidak tertib. Pemasangan atribut kampanye tersebut membuat wajah kota menjadi kumuh dan tidak sedap dipandang mata. Hal ini sangat memprihatinkan.

Pemasangan atau penempelan atribut kampanye tampak kurang mempertimbangkan nilai-nilai etika dan estetika lingkungan. Masih terlihat juga pemasangan dan penempelan berbagai atribut kampanye dipohon-pohon dan ini tergolong tindakan yang merusak lingkungan dan sewenang-wenang. Dengan kata lain, berkampanye dengan memasang dan menempel di pohon menunjukkan masih rendahnya sebagian anggota tim sukses atau relawan dari para capres, cawapres, anggota dewan dan DPD tentang kesadaran tentang hukum lingkungan dan aturan dalam pelaksanaan pemilihan umum.

Perlunya menggalakkan kampanye yang berwawasan lingkungan bagi para relawan dan tim sukses. Artinya bahwa mereka para relawan dan tim kampanye untuk dapat taat aturan dalam pemasangan alat peraga kampanye.

Menurut  Mohammad Agung Ridlo yang juga Calon Anggota legislatif dari PKS Kota Semarang dapil 5 (Mijen, Ngaliyan dan Tugu) “sayapun juga tidak memasang alat peraga kampanye yang melanggar aturan dan tidak tertib. Saya juga prihatin melihat adanya pelanggaran-pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye yang semrawut dan tidak sesuai aturan dan tidak tertib. Oleh karenanya, kondisi ini perlu ketegasan dari pemerintah Kota dan Kabupaten, aparat penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu, untuk dapat mengatur, membina dan menertibkan alat peraga kampanye yang dinilai menyalahi aturan, serta memberikan sanksi tegas bagi yang melakukan perusakan lingkungan”. (subagyo-SS)

Berita Terkait

Top