Ketua PWI Jateng Beri Kuliah Praktisi  


Ketua PWI Jawa Tengah Amir Machmud NS, SH didampingi Kepala Magister Hukum Universitas Semarang Dr Drs H Adv Kukuh Sudarmanto dan para dosen. (foto : ist)

Semarangsekarang.com (Semarang),-  Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Amir Machmud NS, SH, MH memberikan kuliah praktisi kepada para mahasiswa Magister Hukum Universitas Semarang di Gedung Pascasarjana Universitas Semarang Jl Soekarno Hatta Semarang pada 1 November 2024.

Kuliah praktisi ini diikuti 79 mahasiswa dari angkatan XX, dengan metode pembelajaran hybrid system. Kegiatan juga bisa diakses melalui teknologi yang canggih, sehingga bisa diikuti mahasiswa yang berada di Brunei Darussalam, Singapura, Papua, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Medan, Jambi, Jakarta, Bekasi, dan Depok.

Dalam materinya, Mas Amir, panggilan akrabnya Amir Machmud menyampaikan realitas kekeruhan ruang digital,  karena  menyajikan cara-cara penyampaian pesan yang mengabaikan etika. Termasuk kata bullying dan ujaran kebencian,  ke dalam kegiatan  berjurnalistik dan bermedia yang cenderung meninggalkan Kode Etik Jurnalistik.

”Menurut UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2016 mengubah pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) serta pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), yang isinya tetap saja pasal karet dan mudah mengancam,” katanya.

Dia mengatakan, kebebasan pers dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. UU tersebut juga mengatur   kebebasan pers. Antara  lain kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat yang didasarkan pada prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Pers nasional tidak boleh disensor, dibredel, atau dilarang menyiarkan informasi, pers nasional berhak mencari, mendapatkan, dan menyebarkan informasi dan gagasan, dan pers nasional memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

”Selain itu pers nasional wajib menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat, dan wajib melayani hak jawab dan hak koreksi,” ujarnya.

Menurutnya, UU Nomor 40 tahun 1999 tersebut diperlukan apabila UU ITE hanya menjadi pengancam untuk kepentingan menjerat lawan politik, dan mematikan kekritisan. Di sisi lain, Undang-Undang tersebut diperlukan untuk melindungi hak-hak privat dari serangan kebencian dan bully yang tak bernalar argumentatif, sehingga perlu bijak, sebagai nalar pertimbangan. (subagyo/ss)

Berita Terkait

Top